Rabu 23 Nov 2022 12:39 WIB

Jokowi Dinilai Melantik Hakim Mahkamah Konstitusi yang 'Inkonstitusional'

Pencopotan Aswanto oleh DPR lalu diganti oleh Guntur Hamzah dinilai inkonstitusional.

Petugas keamanan berjalan di halaman Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (3/10/2022). DPR melalui rapat paripurna memutuskan mencopot Hakim Konstitusi Aswanto karena karena menganulir undang-undang produk DPR di Mahkamah Konstitusi, dan menunjuk Guntur Hamzah sebagai hakim konstitusi yang berasal dari DPR.
Foto:

Dinilai inkonstitusional

Koalisi Masyarakat Sipil Penyelamat Kemerdekaan Peradilan mengkritik pelantikan Sekjen MK Guntur Hamzah sebagai Hakim Konstitusi meenggantikan Aswanto. Koalisi memandang pelantikan itu sudah melanggar konstitusi. 

Koalisi menegaskan pemberhentian Aswanto tergolong inkonstitusional karena tak terdapat satu pun ketentuan yang memberikan kewenangan kepada DPR untuk memberhentikan Hakim Konstitusi. Bahkan, pemberhentian di tengah jalan Hakim Konstitusi sebenarnya tidak dibenarkan tanpa ada pemenuhan syarat-syarat yang diatur dan dijelaskan dalam UU MK. 

"Jadi, berpijak pada fakta itu, maka semakin jelas bahwa DPR dan Presiden sengaja untuk melupakan aturan-aturan tersebut untuk memuluskan niat jahat mengintervensi MK," kata peneliti ICW sekaligus anggota Koalisi, Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Rabu.

Koalisi menekankan regulasi tidak memberikan keleluasaan DPR untuk menggunakan logika 'ownership' dalam hubungannya dengan MK. Sehingga, DPR tidak dapat mengganti Hakim Konstitusi sebelum masa jabatannya berakhir, walaupun hakim tersebut merupakan usulan DPR. 

"Bila dipaksakan, tindakan DPR yang sewenang-wenang tersebut akan berdampak pada prinsip imparsialitas dan kemandirian MK," ujar Kurnia. 

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas sekaligus anggota Koalisi, Feri Amsari menyinggung penggantian Aswanto akan berujung pada melemahnya komitmen Indonesia terhadap konsep negara hukum. Ia meyakini proses pemberhentian Aswanto pantas dinyatakan sebagai pelanggaran konstitusi.

Feri juga menyayangkan MK secara kelembagaan membiarkan terjadinya keserampangan ini. Padahal, hakim-hakim MK maupun Sekjen MK merupakan negarawan dan ahli hukum tata negara yang memahami urgensi imparsialitas MK. Hal ini diperparah Guntur Hamzah yang tidak terlihat menolak usulan DPR.

"Seharusnya MK bersikap tegas menentang keputusan serampangan DPR dan Presiden, mengingat nilai konstitusi serta masa depan MK sebagai lembaga negara sedang dipertaruhkan, di sini menjadi amat dibutuhkan progresivitas MK dalam menjalankan perannya selaku guardian of the constitution," ucap Feri.  

Selain itu, Koalisi menyinggung perlu bersuaranya Ketua MK Anwar Usman atas hal ini guna menentang keputusan DPR dan Presiden. Sikap ini, menurut Koalisi penting agar kekhawatiran terkait pernikahan Anwar Usman dengan adik Presiden Jokowi yang menghadirkan conflict of interest dapat terbantahkan. 

"Jika tidak ada penyikapan sampai nanti pelantikan Guntur, maka indikasi conflict of interest antara MK dengan Presiden semakin kental terlihat oleh masyarakat," tegas Feri. 

 

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno menjelaskan, Presiden tidak bisa mengubah keputusan yang sudah ditetapkan oleh lembaga negara, dalam hal ini DPR, terkait pelantikan Guntur Hamzah.

"Jadi pertama ya dalam sistem ketatanegaraan kita ini kan ada lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan Presiden tidak bisa mengubah keputusan yang sudah ditetapkan lembaga negara yang lain dalam hal ini adalah DPR," ujar Pratikno di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu.

Selain itu, di dalam Undang-Undang MK ada kewajiban administratif dari Presiden untuk menindaklanjuti keputusan DPR ke dalam Keppres.

"Jadi itu adalah kewajiban administratif yang harus dilakukan oleh Presiden," kata dia.

Atas dasar itu, lanjut Pratikno, Presiden menerbitkan Keppres No 114 Tahun 2022 beberapa waktu lalu. Namun, karena kesibukan Presiden untuk menghadiri serangkaian KTT pada awal November, maka pelantikan Guntur Hamzah baru dilaksanakan pada hari ini.

"Jadi Presiden tidak bisa mengubah keputusan yang telah ditetapkan oleh DPR, dalam hal ini adalah pengusulan penggantian hakim MK," ujarnya.

 

photo
Tujuh Hakim Agung Baru di Mahkamah Agung - (Infografis Republika.co.id)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement