Sabtu 19 Nov 2022 00:42 WIB

Trauma Safitri dan Gugatan Class Action Orang Tua Korban Gagal Ginjal Akut

Belasan orang tua korban gagal ginjal akut gugat pemerintah dan perusahaan farmasi.

Safitri (42 tahun) salah satu orang tua korban gagal ginjal akut pada anak saat ditemui di Jakarta, Jumat (18/11/2022).
Foto:

Pada Jumat, Tim Advokasi Hukum Untuk Kemanusiaan mengungkapkan, 12 orang tua korban gagal ginjal akut mengajukan gugatan class action kepada pemerintah demi terpenuhinya keadilan. Terdapat sembilan pihak yang menjadi tergugat dalam gugatan ini yang terdiri dari unsur pemerintah dan swasta.

"Kami menilai bahwa selain Kemenkes dan BPOM, produsen obat dan pemasok bahan juga harus ikut bertanggung jawab," tegas perwakilan Tim Advokasi, Tegar Putuhena saat ditemui di Jakarta, Jumat (18/11/2022).

Tegar mengungkapkan, pada Jumat pagi pihaknya telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat kepada sembilan tergugat. Sembilan tergugat tersebut yakni PT Afi Farma Pharmaceutical Industry, PT Universal Pharmaceutical Industry, PT Tirta Buana Kemindo, CV Mega Integra, PT Logicom Solution, CV Budiarta, PT Mega Setia Agung Kimia, BPOM RI dan Kementerian Kesehatan.

"Kami sudah mengajukan gugatan class action demi terpenuhinya keadilan bagi korban, yakni ke PN Jakarta Pusat, tinggal tunggu nomer registernya saja yang masih berproses. Kita minta ganti rugi untuk korban, perorang tuntutan ganti ruginya senilai Rp 2 miliar 50 juta itu pada korban meninggal, sedangkan yang dalam masih dalam pengobatan di angka Rp 1 miliar 30 juta," ujar kuasa hukum lainnya Ulung Purnama.

Menurutnya, gugatannya itu terbagi dalam dua kelompok, yakni kelompok keluarga yang anaknya meninggal berjumlah 11 orang dan kelompok keluarga yang anaknya masih sakit dan menjalani perawatan. Adapun para tergugatnya, Tergugat 1 dan 2 merupakan produsen obat, Tergugat 3 hingga 7 merupakan penjual dan pemasok atau penyuplai bahan dasar obat yang digunakan Tergugat 1 dan 2.

Kemudian Tergugat 8 merupakan BPOM lantaran dia punya kewajiban menjaga keamanan dan mutu obat sehingga membuat mutu obat mengalami percampuran dan bermutu sangat buruk. BPOM dinilai tak menjalankan aturan-aturan dengan baik dan malah melakukan perbuatan melawan hukum.

"Tergugat 9 itu Kemenkes berkaitan banyaknya kondisi anak korban meninggal dan masih sakit, ini perlu juga dijadikan perhatian oleh temen-temen kesehatan dikrenakan butuh adanya kondisi luar biasa. Kami minta Kemenkes buatkan KLB," tuturnya.

Dia mengungkapkan, kondisi luar biasa atas kasus gagal ginjal akut dibutuhkan agar semua korban, yang mana dari data Kemenkes dan BPOM berjumlah 200 korban meninggal akibat gagal ginjal akut itu mendapatkan pertanggungjawaban dari semua pihak, khususnya pemerintah. Apalagi, korban yang hingga saat ini masih sakit dan menjalani pengobatan membutuhkan biaya lantaran proses pengobatannya pun tak cukup 1-2 bulan saja, tapi bisa sampai bertahun-tahun.

Tim kuasa hukum menilai, kejadian hilangnya ratusan nyawa anak tak berdosa ini menunjukkan betapa pemerintah dan perusahaan obat abai atas keselamatan warga. Gugatan class action ini didasarkan pada penilaian karena seharusnya peristiwa kelam ini bisa dicegah andai saja pemerintah dan swasta benar-benar memiliki itikad baik.

Hal ini mengingat, peristiwa serupa bukan baru pertama kali ini terjadi di dunia. Tim mencatat setidaknya sejak pada 1990 telah terjadi peristiwa keracunan zat EG dan DEG yang tersebar di berbagai negara diantaranya Nigeria pada 1990 (40 anak meninggal), Bangladesh pada 1990-1992 (339 anak meninggal), Argentina pada 1992 (29 anak meninggal), Haiti pada 1995-1996 (109 anak meninggal), Panama pada 2006 (219 meninggal) dan Nigeria pada 2008 (84 anak meninggal).

"Ironisnya, meskipun telah ada preseden sejak 30 tahun yang lalu, Pemerintah (Kemenkes dan BPOM) tampak kaget menghadapi peristiwa ini," tuturnya.

"Bahkan, dalam sebuah kesempatan, BPOM justru mencoba lari dari tanggung jawab dan menyatakan ketidaksiapan menghadapi kejadian ini dikarenakan tidak ada standar internasional mengenai pembatasan zat EG DEG," sambungnya.

Juru bicara Kementerian Kesehatan dr Mohammad Syahril pada Jumat mengungkapkan, ada penambahan satu kasus kematian akibat gagal ginjal akut. Sehingga total kematian menjadi menjadi 200 orang. Kasus meninggal tersebut merupakan pasien yang telah menjalani perawatan dan sudah dalam kondisi stadium lanjut atau 3.

"Saat ini yang sembuh sudah ada, kita masih tercatat dari 27 provinsi dan saat ini yang dirawat tinggal 13. Sementara total kematian ada 200 orang dan yang sembuh ada 111 orang,\" ujar Syahril dalam diskusi daring bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Jumat (18/11/2022).

Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin mengatakan saat ini kasus gagal ginjal akut pada anak sudah selesai dari sisi Kemenkes. Pasalnya, sudah tidak ada kasus baru lagi sejak pemberhentian konsumsi obat sirop yang mengandung etilen glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG).

"Kalau ginjal akut, dari sisi Kementerian Kesehatan sebenarnya sudah selesai. Kenapa? Sejak kita berhentiin obat-obatan tersebut itu turun drastis da sudah tidak ada kasus baru lagi itu, sudah dua setengah minggu. Jadi kita sudah out room," ujar Menkes ditemui di Jakarta, Jumat.

Sebelumnya, Kepala BPOM RI Penny Lukito mengeklaim pengawasan yang selama ini berjalan telah dilakukan secara ketat dan komprehensif baik pada sektor pre-market dan post-market terhadap produk obat yang beredar di Indonesia. Sesuai dengan peraturan dan persyaratan registrasi produk obat, BPOM telah menetapkan persyaratan bahwa cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) tidak boleh digunakan sebagai bahan tambahan pada produk obat yang diminum.

Karena, cemaran EG/DEG pada obat dimungkinkan ada dalam batas tertentu, berasal dari pelarut Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol dan Gliserin/Gliserol. Diduga, cemaran itu mengakibatkan gagal ginjal pada anak-anak.

“Sebagaimana diketahui bahwa ketika fasilitas produksi dari Industri Farmasi telah mendapatkan Sertifikat CPOB dari BPOM maka berdasarkan persyaratan yang berlaku, Industri Farmasi seharusnya melakukan inspeksi terhadap seluruh proses dan bahan yang dipergunakan dalam proses produksi termasuk sumber bahan baku," terang Kepala BPOM, Penny Lukito dalam keterangan, Selasa (1/11/2022).

"Apabila terdapat perubahan proses dan atau bahan yang digunakan berbeda dengan dokumen sebelumnya maka wajib melaporkan ke BPOM. Namun yang terjadi di lapangan, mereka tidak melaporkan,” sambungnya.

 

photo
Ilustrasi Gagal Ginjal Akut - (republika/mgrol100)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement