Jumat 18 Nov 2022 02:54 WIB

Pemerhati Keamanan dan Pertahanan Tanah Air Sebut Peran Ibu Negara di G20 Vital

Ibu negara dapat bertindak melebihi peran-peran seremonial.

Presiden Joko Widodo bersama Ibu Negara Iriana Jokowi berjalan menuju lokasi perhelatan Gala Dinner G20 Summit di Garuda Wisnu Kencana Cultural Park, Bali, Selasa (15/11/2022).
Foto: EPA-EFE/WILLY KURNIAWAN / POOL
Presiden Joko Widodo bersama Ibu Negara Iriana Jokowi berjalan menuju lokasi perhelatan Gala Dinner G20 Summit di Garuda Wisnu Kencana Cultural Park, Bali, Selasa (15/11/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, BALI -- Indonesia rampung mengakhiri tugasnya sebagai Presidensi pada KTT G20 tahun ini. Semua mata dunia selama beberapa hari terakhir tertuju pada Pulau Dewata, tempat berlangsungnya acara tersebut. 

Hal tersebut disebabkan oleh kondisi dunia yang makin tidak bisa diprediksi. Semua masyarakat dunia mengharapkan KTT G20 memiliki peran besar untuk merubah keadaan untuk menjadi lebih baik lagi. Setelah badai pandemi yang masih menghantui kita hingga perang Rusia Ukraina yang tak ada ujungnya. Membuat masyarakat dunia semakin cemas dan was was. 

Baca Juga

"Namun ditengah kecemasan itu, muncul satu sudut yang unik dari sekian sudut pandang yang tersaji dalam forum tersebut. Yakni Diplomasi Ala Ibu Iriana Joko Widodo, The First Lady Indonesia yang memiliki andil besar kesuksesan Indonesia sebagai Tuan Rumah KTT G20," kata Pemerhati Keamanan dan Pertahanan Yasmin Nur, Kamis (17/11/2022).

Dalam berbagai macam sorot kamera yang tersebar di media, kata dia, Iriana piawai memainkan perannya sebagai ibu negara. Bercengkrama dengan ibu negara lainnya yang turut hadir menemani para suaminya untuk merumuskan permasalahan yang hari ini mendera dunia. 

"Dimana bila kita runut secara sejarah, Selama beberapa tahun terakhir, ibu negara dari seluruh dunia telah menunjukkan bahwa mereka memiliki peran penting dalam misi diplomatik. Menjadi hal pembeda karena dianggap mampu menawarkan pendekatan yang berbeda dari gaya kepemimpinan tradisional negara yang selama ini masih cenderung maskulin. Mereka juga dianggap mampu menciptakan citra yang lebih baik bagi negara mereka di mata global," kata Yasmin.

Seperti yang terjadi di Amerika Serikat, sejumlah ibu negara – mulai dari Eleanor Roosevelt, Jacqueline Kennedy, Laura Bush, Hillary Clinton, hingga Michelle Obama telah berperan aktif dalam diplomasi publik. Bahkan tak segan untuk terjun langsung untuk sama sama merasakan suasana kebatinan. 

Bahkan, kata dia, menurut sebuah studi pada tahun 2012 yang ditulis oleh Keith V. Erickson dan Stephanis Thomson, dosen studi komunikasi asal AS, paling tidak terdapat tiga aspek peran diplomasi dari ibu negara. 

Pertama, mereka mengelola kredibilitas Presiden, seperti berperan sebagai pendamping dan pengganti. Kedua, mereka mendorong hubungan internasional, khususnya melalui diplomasi budaya. Ketiga, mereka juga terlibat dalam aktivisme sosial, seperti mempromosikan isu-isu kemanusiaan. 

Kehadiran ibu negara dalam kegiatan diplomatik menunjukkan adanya norma-norma feminin di tengah arena politik internasional  yang saat ini masih didominasi laki-laki dan bercorak maskulin. Gaya feminin dan keibuan ibu negara dianggap dapat membantu “melembutkan” gaya garis keras suami mereka. 

Sehingga Ibu negara juga berkontribusi dalam membangun konstruksi citra nasional suatu negara. Beberapa studi mengatakan bahwa kemampuan intelektual dan pesona ibu negara diyakini dapat membawa sosoknya menjadi lebih dekat dengan publik internasional. 

"Sejumlah ibu negara telah berperan besar dalam memajukan isu perempuan dan HAM di kancah internasional. Eleanor Roosevelt, misalnya, seusai menjadi ibu negara, ia menjadi ketua komite perancang Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Michelle Obama juga memimpin kampanye global melalui program “Let Girls Learn” untuk memberdayakan perempuan-perempuan muda di seluruh dunia agar mendapatkan pendidikan yang berkualitas," ujar dia.

Pengalaman dari berbagai macam ibu negara di masa lalu menunjukkan bahwa ibu negara dapat bertindak melebihi peran-peran seremonial dan menciptakan dampak besar bagi masyarakat. 

"Itulah yang kerap dilakukan oleh Ibu Iriana selama ini semenjak Presiden Joko Widodo menjabat juga tak pernah lepas dari sorotan dan pujian. Bahkan pada saat Kunjungan Presiden Joko Widodo Ke Ukraina dan Rusia, Ibu Iriana juga turut hadir ditengah rombongan tersebut. Menandakan bahwa memang keseriusan Indonesia dalam menjaga stabilitas perdamaian dunia bukanlah hal yang main main," kat Yasmin.

Maka tak ayal bila melihat peran Ibu Negara dalam KTT G20 memiliki dampak yang luar biasa. Berhasil mengkonsolidir ibu negaranya para Anggota G20. Bahkan ketika menerima kedatangan Ibu Negara Korea Selatan (Korsel) Madam Kim Keon Hee sambil meminum teh. Terlihat begitu akrabnya Iriana, bahkan menjadi trending topik di media sosial. 

"Selain itu Ibu Iriana juga sangat antusias ketika mengajak Pendamping Pemimpin G20 untuk melihat Kearifan Lokal Indonesia, mengenalkan budaya Indonesia agar semakin dikenal di mata dunia. Tentunya ini menjadi trend positif, dan semakin memperkuat posisi Indonesia sebagai katalisator perdamaian dunia," ujar dia.

Dilansir dari Antara, Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Irana Joko Widodo mengenakan baju adat Bali dalam acara jamuan makan malam KTT G20 di Garuda Wisnu Kencana (GWK) Badung, Bali, Selasa (15/11/2022) malam WIB.

Berdasarkan pantauan dari tayangan langsung di media center G20, di Bali, Presiden dan Ibu Negara tiba di GWK sekitar pukul 19.00 WITA dengan busana atasan hitam dan bawahan berwarna keunguan.

 

Tampak Presiden Jokowi mengenakan ikat kepala khas Bali udeng berwarna senada dengan bawahan yang dikenakan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement