REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYAR -- Direktur Informasi dan Komunikasi Politik Hukum dan Keamanan Dirjen Infromasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Kominfo, Bambang Gunawan, mengatakan sebagai negara hukum yang berlandaskan Pancasila, diperlukan sistem hukum nasional yang harmonis, sinergis, dan komprehensif. Sistem hukum yang juga dinamis dalam pembangunan hukum yaitu revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).
“Upaya pemerintah merevisi dan menyusun sistem rekodifikasi hukum pidana nasional yang bertujuan untuk menggantikan KUHP lama sebagai produk hukum pemerintahan zaman kolonial Hindia Belanda perlu segera dilakukan, sehingga sesuai dengan dinamika masyarakat,” ujarnya saat sosialisasi RUU KUHP, di Surabaya. Sosialisasi mengajak masyarakat untuk mendukung KUHP buatan Indonesia.
Kementerian Kominfo telah menyelenggarakan Kick Off Dialog Publik RKUHP bekerja sama dengan Kemenko Polhukam dan Kemenkum HAM, sesuai arahan Presiden Joko Widodo pada rapat terbatas terkait RKUHP. Dialog publik bertujuan memberikan pemahaman bagi masyarakat serta membuka ruang dialog untuk menghimpun masukan terhadap draft RUU KUHP.
“Selain itu, beberapa kementerian dan lembaga bersama-sama melaksanakan sosialisasi dalam bentuk dialog publik di 11 kota di Indonesia untuk menyebarkan draft RUU KUHP serta menghimpun masukan dari seluruh elemen masyarakat,” kata Bambang.
Bambang menjelaskan sosialisasi akan dilanjutkan untuk menyampaikan narasi-narasi terkait RUU KUHP, yang mudah dicerna masyarakat. Ia berharap acara ini dapat menjadi sarana sosialisasi pembahasan terkait penyesuaian RUU KUHP kepada elemen-elemen publik secara luas. “Semoga acara ini membawa manfaat yang besar dan positif bagi kita, masyarakat, dan negara. Mari kita dukung KUHP buatan Bangsa Indonesia,” ucapnya.
Sesi sosialisasi diawali pemaparan dari Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember, I Gede Widhiana Suarda. Ia menjelaskan bahwa penyusunan RUU KUHP telah melewati perjalanan yang panjang. Satu tahun terakhir ini, RUU KUHP menjadi salah satu prioritas legislasi yang dapat disahkan pada 2022. “Alasan diperlukannya KUHP baru bahwasannya kalau bangsa sudah merdeka, maka secara politis dia juga harus merdeka dalam berhukum,” jelasnya.
Menurut Gede, Indonesia sebagai bangsa yang telah merdeka juga perlu produk hukum yang lahir dari rahim bangsa Indonesia sendiri. Oleh karena itu, masyarakat juga perlu mendukung produk hukum ini sebagai bentuk kedaulatan bangsa yang telah merdeka.
Pada sesi selanjutnya, akademisi Fakultas Hukum, Universitas Trisakti, Albert Aries, menyatakan pascadialog publik yang dilakukan di 11 kota oleh tim sosialisasi RKUHP, telah diadopsi 69 masukan dari masyarakat dan 4 proofreaders terhadap batang tubuh dan penjelasan. Hal ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Jokowi terkait partisipasi yang bermakna dari penyusunan dan perumusan RKUHP.
“Pada draft 9 november lalu, ada 6 pasal yang sudah ditarik dari RKUHP yang menjadi bukti bahwa tim perumus RKUHP mendengarkan aspirasi dari masyarakat,” ungkapnya.
Selain itu, juru bicara RKUHP ini mengungkapkan, penyusunan KUHP di negeri yang multietnis, multikultural, dan multireligi tidaklah mudah. Karena sebagai negeri yang beragam, Indonesia memiliki budaya yang kaya sehingga setiap daerah memiliki karakter yang khusus terkait hukum yang hidup di dalam masyarakat.
“Perlu dilihat bahwa tujuan dari RUU KUHP yaitu terkait pembaharuan hukum pidana dan juga sistem pemidanaan modern yang seharusnya sudah diubah dari KUHP yang lama,” katanya.