REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) memperkirakan perputaran uang dari aktivitas pendakian Gunung Rinjani di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, pada 2021 hingga Juli 2022 mencapai Rp 41,37 miliar.
"Itu data hasil kajian kami berdasarkan laporan harian petugas. Angkanya bisa lebih besar lagi karena belum semua komponen dihitung, seperti sewa hotel dan pendapatan dari aktivitas wisata nonpendakian di kawasan TNGR. Kalau akademisi yang menghitung mungkin angkanya akan jauh lebih besar lagi," kata Kepala BTNGR Dedy Asriady, Rabu (16/11/2022).
Ia menyebutkan hasil analisa jumlah keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pendakian pada 2021, diketahui estimasi pendapatan tracking organizer (TO) sebesar Rp 12,63 miliar, pemandu wisata (guide) Rp 603,89 juta, pramubarang (portir) senilai Rp 1,16 miliar, penyedia makanan minuman Rp 3,62 miliar.
Selain itu, jasa transportasi sebesar Rp 1,34 miliar, karcis asuransi yang dikenakan kepada pelaku wisata sebesar Rp 244,02 juta, dan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) yang disetorkan ke negara sebesar Rp 577,55 juta.
Sedangkan pendapatan pada periode Januari-31 Juli 2022, diperkirakan pendapatan TO sebesar Rp 10,61 miliar pemandu wisata Rp 1,18 miliar, pramubarang Rp 3,15 miliar, penyedia makanan minuman Rp 3,53 miliar, jasa transportasi Rp 1,10 miliar, karcis asuransi Rp 226,54 miliar, dan PNBP sebesar Rp 1,36 miliar.
"Jika melihat data itu, pemerintah hanya dapat uang selama dua tahun sebesar Rp 1,93 miliar, sedangkan yang beredar di masyarakat mencapai Rp 39,43 miliar, ada yang ke TO paling besar, orang yang bekerja sebagai portir, guide, sopir dan pedagang makanan minuman. Jadi sangat besar nilai uang dari Rinjani yang ke sektor riil," ujarnya.
Menurut dia, perputaran uang yang mencapai Rp 41,37 miliar tersebut sebagai dampak dari mulai bangkitnya aktivitas pendakian Gunung Rinjani setelah sempat terpukul akibat gempa bumi Lombok pada 2018, disusul pandemi Covid-19 pada awal 2020.
Meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan ke TNGR memberikan dampak langsung terhadap meningkatnya pendapatan ekonomi masyarakat lingkar Rinjani. Efeknya terutama dirasakan masyarakat yang menggantungkan hidupnya di Gunung Rinjani seperti TO, pramuwisata dan pramubarang.
Dedy menyebutkan masyarakat yang terlibat dalam aktivitas pendakian Gunung Rinjani pada 2021, terdiri atas TO sebanyak 70 orang, guide 794 orang dan portir 1.841 orang. Sedangkan pada periode Januari-Juli 2022, jumlah TO yang terlibat sebanyak 94 orang, guide 1.284 orang, dan portir 4.073 orang.
Jumlah pendaki pada 2021 sebanyak 39.226 orang, terdiri atas wisatawan mancanegara sebanyak 441 orang dan wisatawan nusantara sebanyak 38.785 orang. Sedangkan pada periode Januari-Juli 2022, jumlah kunjungan sebanyak 31.825 orang, terdiri atas wisatawan mancanegara sebanyak 2.600 orang dan wisatawan nusantara 29.225 orang.
"Jumlah kunjungan ke Gunung Rinjani saat ini belum normal seperti kondisi sebelum gempa dan Covid-19," ujarnya.
Ia mengatakan kontribusi nyata dan relatif besar ke sektor riil dari aktivitas pendakian Gunung Rinjani, bisa menjadi jawaban bagi masyarakat yang selama ini mempertanyakan apa manfaat dari keberadaan Gunung Rinjani dan orang membeli tiket untuk bisa mendaki.
Oleh sebab itu, Dedy berkomitmen mewujudkan pendakian kelas dunia, dalam artian pendaki yang datang lebih banyak wisatawan asing. Sebab, mereka datang dari luar negeri membawa uang dan butuh jasa TO, pemandu wisata dan pramubarang. Namun, bukan berarti tidak menginginkan pendaki nusantara atau lokal yang kadang tidak menggunakan jasa pariwisata.
"Kami juga jarang menutup pendakian Gunung Rinjani seperti gunung-gunung di Pulau Jawa, karena kami memikirkan ribuan kepala keluarga yang menggantungkan hidup dari Rinjani untuk menghidupi seluruh anggota keluarganya," katanya.