Senin 07 Nov 2022 17:25 WIB

Sejarah Gedung Balai Kota Bandung Ternyata Bekas Gudang Kopi

Gedung itu awalnya adalah lahan tempat gudang kopi milik Andries de Wilde.

Rep: Mabruroh/ Red: Andi Nur Aminah
Petugas kebakaran berusaha memadamkan api saat kebakaran melanda Gedung Bappelitbang, Balai Kota Bandung, senin (7/11/2022). Saat ini penyebab kebakaran masih dalam proses penyelidikan.
Foto: Republika/Edi Yusuf
Petugas kebakaran berusaha memadamkan api saat kebakaran melanda Gedung Bappelitbang, Balai Kota Bandung, senin (7/11/2022). Saat ini penyebab kebakaran masih dalam proses penyelidikan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Balai Kota Bandung hari ini, Senin (7/11/2022) dihebohkan dengan kepulan asap tebal dan kobaran api yang membubung tinggi. Gedung yang terbakar adalah Bappelitbang di Kawasan Balai Kota Bandung di Jalan Aceh, Kota Bandung, Jawa Barat.

Menurut saksi mata, api mulai berkobar pada Senin pagi atau sekitar pukul 10.30 WIB. Api baru bisa dipadamkan setelah pukul 12.00 WIB dengan melibatkan lima unit mobil pemadam kebakaran.

Baca Juga

Siapa sangka, ternyata Balai Kota Bandung yang viral akibat terbakar hari ini ternyata dahulu kala merupakan sebuah gudang kopi. Dikutip dari buku Gemeente Huis karya Sudarsono Katam, gedung Balai Kota (Gemeente Huis) terletak di tengah kota Bandung, tidak jauh dari alun-alun ke arah utara.

Lahan cikal bakal untuk membangun Gemeente Huis bermula dari sebuah lahan tempat gedung kopi milik Andries de Wilde, seorang pengusaha perkebunan kopi yang luas di kawasan Bandung Utara sampai kaki gunung Tangkuban Perahu. Setelah menjabat sebagai Asisten Residen Bandung, Andries membangun rumah bergaya VOC di halaman gudang kopi miliknya.

 

Pada 1906, rumah bekas Andries digunakan sebagai gedung Gemeente Huis Kota Bandung yang pertama. Pada 1927, bangunan rumahnya dirobohkan seluruhnya untuk membangun Gemeente Huis baru yang dirancang oleh arsitek Ir E H de Roo dengan gaya Frank LIyod Wright (Wrightian style).

Karena kebutuhan, maka pada 1935 dibangun sebuah bangunan baru di sisi belakang gedung Gemeente Huis sebagai perluasan. Gedung baru itu dirancang menghadap selatan atau Taman Balai Kota dengan motif Art Deco yang sangat populer kala itu.

Jalan masuk ke Gemeente Huis dibuat dari dua arah, yaitu dari Merdikaweg (Jl Merdeka) di Timur dan dari Logeweg (Jl Wastu kencana) di Barat. Sepanjang kedua sisi jalan masuk dari barat ditanami pohon kenari.

Gemeente Huis yang sejak 1950-an dinamakan Balai Kota sempat mendapatkan penghargaan Aga Khan Award dalam bidang arsitektur pada 1970. Pada awal 1980 di sisi kanan (Barat) dan kiri (GTimur) gedung Balai Kota dibangun gedung bertingkat untuk memenuhi kebutuhan ruang kerja yang terus meningkat untuk memenuhi fungsi pengelolaan kota dan pelayanan publik. 

Bangunan kembar yang berbentuk persegi panjang ini mengapit gedung Balai Kota, sehingga terkesan tidak menyatu. Bahkan menjadikan gedung Balai Kota terlihat sudah uzur di antara gedung baru.

Sejalan dengan pembangunan di kedua sisi Gedung Balai Kota, gedung Balai Kota lama yang menghadap jalan Aceh juga direnovasi menjadi bangunan dua tingkat untuk Gedung Perwakilan Rakyat. Juga dilakukan perombakan besar-besaran pada konsep halaman Balai Kota yaitu menjadi taman pada bagian tengah dan lahan parkir di bagian barat halaman.

Ketiadaan halaman rupanya menjadi dorongan untuk menggabungkan dan menjadikan Taman Merdeka sebagai halaman dan taman penghias Balai Kota. Setiap Sabtu dan Minggu, halaman Balai Kota banyak dikunjungi masyarakat untuk sekedar rekreasi, olahraga atau berjalan di bawah pohon yang rindang. Kemudian banyak anak-anak yang juga memanfaatkan halaman Balai Kota untuk tempat latihan beladiri dan sepatu roda.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement