REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sayudi, masih ingat dengan banyaknya penolakan sewa lahan atau tempat untuk usaha wartegnya di Jakarta. Dia mengaku kesal, karena usaha yang akan dia fokuskan seumur hidup sejak masa reformasi itu, selalu mendapat kendala.
“Saat awal itu banyak kios yang nolak, karena warteg pikirannya kotor dan kumuh, apalagi saat itu masih pake minyak tanah,” kata Sayudi dalam siaran Jaga Lilin di YouTube.
Tak habis akal, dia memutuskan untuk mengumpulkan modal lebih banyak saat hendak membuka cabang-cabang warteg setelahnya. Alhasil, ketika mengupayakan perubahan warteg yang lebih bersih dan membuka cabang ketiga dengan nama “Warteg Kharisma Bahari” dia mendapatkan ide untuk membuat semua wartegnya lebih bersih.
Hal itu, kata dia, yang akhirnya bisa menjadi inspirasi dan membedakan warteg miliknya dengan warteg-warteg lain. Alih-alih hanya tampilan tempat makan, lokasi dapur hingga berbagai inovasi seperti memberi es teh gratis bagi yang makan di lokasi, juga dilakukannya.
Dia menampik, strategi yang dilakukannya itu merupakan persaingan tidak sehat. Sayudi berujar, alih-alih mengambil untung besar dengan menjual minuman, dirinya mengutamakan pelayanan yang baik, sehingga bisa membuat nyaman pelanggan dan mendapat lebih banyak pelanggan.
“Oke keuntungan berkurang, tapi volume bertambah. Jadi jangan lihat untung besar, kalau volume banyak juga (keuntungan) akan besar,” tutur dia.
Meski demikian, dirinya kecewa dengan banyak warteg lain yang mengikuti inovasinya. Bukan takut tersaingi, dia merasa masih banyak inovasi lain yang bisa digali, alih-alih mengikuti hal yang sudah lama booming. “Jadi kenapa harus ngikutin yang ada?” tanya dia.
Simak video lengkapanya di sini: