Jumat 28 Oct 2022 01:49 WIB

BPOM Imbau Nakes Laporkan Efek Samping Obat ke Farmakovigilans

Farmakovigilans merupakan sistem pencatatan obat yang digunakan pasien.

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito mengimbau tenaga kesehatan terus (nakes) aktif melaporkan efek samping obat atau kejadian tidak diinginkan usai penggunaan obat kepada Pusat Farmakovigilans melalui aplikasi e-MESO Mobile. Farmakovigilans merupakan si
Foto: ANTARA/Asprilla Dwi Adha
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito mengimbau tenaga kesehatan terus (nakes) aktif melaporkan efek samping obat atau kejadian tidak diinginkan usai penggunaan obat kepada Pusat Farmakovigilans melalui aplikasi e-MESO Mobile. Farmakovigilans merupakan si

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito mengimbau tenaga kesehatan terus (nakes) aktif melaporkan efek samping obat atau kejadian tidak diinginkan usai penggunaan obat kepada Pusat Farmakovigilans melalui aplikasi e-MESO Mobile. Farmakovigilans merupakan sistem pencatatan obat yang digunakan pasien yang bisa dilaporkan tenaga kesehatan kepada BPOM. 

Dengan begitu, apabila muncul suatu kejadian tidak diinginkan, apalagi kejadian fatal seperti kematian pada pasien, BPOM bisa segera menelusuri dan memastikan sebab-akibat apakah kejadian tersebut memang disebabkan oleh obat. “Kami akan mengimbau kepada para tenaga kesehatan untuk betul-betul menggunakan MESO, mencatat produk dan kejadian pasien, ada datanya yang di-provide di dalam Farmakovigilans sistem ini. Dengan demikian akan memudahkan apabila terjadi kejadian seperti yang tidak kita harapkan ini,” kata Penny saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (27/10/2022).

Baca Juga

Menurut Penny, Pusat Farmakovigilans/MESO Nasional selama ini sebetulnya sudah berjalan dan diketahui oleh para tenaga kesehatan. Dia mengatakan pihaknya selalu melakukan sosialisasi kepada para tenaga kesehatan, hanya saja penggunaannya masih dikatakan kurang.

“Dengan adanya peristiwa ini, kami mengimbau untuk para tenaga kesehatan pada sistem pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit dan klinik-klinik untuk memperhatikan dan melakukan Farmakovigilans ini, artinya adalah pencatatan obat dari setiap pasien itu betul-betul dilakukan, obat apa, mungkin sampai ke batch-nya,” terang Penny.

Hingga 25 Oktober, kata Penny, BPOM hanya menerima tiga laporan terkait dengan peristiwa kemunculan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal. Apabila ada data di Farmakovigilans, dia mengatakan tindakan penelusuran obat dapat lebih cepat dilakukan BPOM termasuk apakah terdapat obat sebagai penyebab dari kematian pada pasien.

“Pada saat kami merespon peristiwa atau informasi pada tanggal 5 Oktober, pada saat kami bergerak susah sekali untuk mendapatkan data sehingga kami bisa melakukan penelusuran, membutuhkan waktu agak lama sampai akhirnya kami melakukan sendiri kriteria sampling yang meluas walaupun akhirnya keluar 133 (obat sirup) yang aman,” ujar Penny.

Dia juga menegaskan hingga saat ini penyebab kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal belum bisa disimpulkan apakah disebabkan oleh konsumsi obat. “Klausul relationship-nya terhadap semua peristiwa kematian itu kaitannya dengan obat, saya kira belum bisa disimpulkan. Karena jangan sampai kita menyimpulkan dengan tiba-tiba sehingga kita terlewat hal-hal penting lainnya, hanya menyalahkan pada obat tapi hal-hal penting lainnya tidak kita eksplorasi lebih jauh lagi. Jadi mungkin lebih kehati-hatian bersama,” kata Penny.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement