Kamis 27 Oct 2022 01:00 WIB

Partai Pungut 10-40 Persen Gaji Kadernya di Parlemen Maupun Eksekutif

Partai hanya mampu memungut iuran secara terbatas.

Rep: Febryan. A/ Red: Agus Yulianto
Sejumlah penari membawa lambang partai politik saat pentas kesenian dalam rangka sosialisasi Pemilu. (Ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Sejumlah penari membawa lambang partai politik saat pentas kesenian dalam rangka sosialisasi Pemilu. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengatakan, UU Partai Politik mengatur tiga sumber keuangan partai, tapi saat ini belum ada satu pun yang berjalan optimal. Hal ini membuat partai politik tidak optimal pula dalam menjalankan peran, tugas, dan fungsinya.

Kasubdit Fasilitasi Kelembagaan Partai Politik pada Kemendagri Dedi Taryadi mengatakan, sumber pendanaan partai politik pertama adalah iuran dari kader. Kenyataanya, partai hanya mampu memungut iuran secara terbatas.

Menurutnya, partai bisa dikatakan gagal mengoptimalkan sumber pendanaan dari kadernya ini. Karena itu, partai membebankan iuran dengan nominal besar kepada kader yang sudah duduk di parlemen maupun jabatan eksekutif.

"Iuran dibebankan kepada anggota partai politik di legislatif maupun eksekutif dengan jumlah 10 sampai 40 persen dari gaji. Hal ini dapat memicu korupsi politik," kata Dedi dalam diskusi daring bertajuk 'Reformasi Keuangan Partai Politik:Peluang dan Tantangan', Rabu (26/10).

Sumber pendanaan partai yang kedua adalah sumbangan sah menurut hukum berupa uang, barang, atau jasa. Sumber dana yang kedua ini juga tak kalah problematik.

Dedi mengatakan, sumbangan perseorangan atau badan jasa kepada partai selama ini sangat terbatas. Selain itu, partai sangat tertutup soal dana sumbangan ini. "Termasuk dana kampanye yang sangat tertutup untuk Pemilihan Presiden juga jadi perhatian kami," ujarnya.

Adapun sumber pendanaan ketiga adalah bantuan dana dari APBN atau APBD. Dedi mengatakan, negara memberikan bantuan dana dari APBN kepada partai sebesar Rp 1.000 per suara sah saat pemilu terakhir.

Sebagai gambaran, PDIP mendulang 27 juta suara dalam Pemilu 2019. Artinya, PDIP berhak menerima dana bantuan dari APBN sebesar Rp 27 miliar setiap tahunnya.

Menurut Dedi, bantuan dana sebesar itu masih sangat kecil sekali jika dibandingkan kebutuhan partai. Dana bantuan itu baru sekitar 1,5 persen dari total kebutuhan partai.

"Ini relatif sangat kecil sekali, sementara tugas yang diemban partai dalam rangka melaksanakan pendidikan politik dan melaksanakan kegiatan di sekretariat, itu luar biasa besar," katanya.

Dedi berpendapat, lemahnya pendanaan partai politik itu membuat partai tidak profesional dalam perekrutan kader. Partai cenderung merekrut kader yang punya banyak uang.

"Dengan demikian, partai belum secara maksimal dalam menjalankan peran, tugas, dan fungsinya, terutama dalam proses rekrutmen dan kaderisasi sehingga demokrasi di internal partai tidak berjalan baik," ungkap Dedi.

Karena itu, imbuh Dedi, pihaknya berupaya menambah dana bantuan partai politik. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian pada Rabu (21/9), mengusulkan kepada Komisi II DPR RI agar dana bantuan partai politik ditambah pada tahun anggaran 2023. Besarannya dinaikkan dari Rp 1.000 menjadi Rp 3.000 per suara.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement