Selasa 25 Oct 2022 20:19 WIB

Hakim Nonaktif PN Surabaya Itong Isnaeni Divonis 5 Tahun Penjara

Itong terbukti bersalah terima suap dalam perkara pembubaran PT Soyu Giri Primedika.

Terdakwa Itong Isnaeni Hidayat (kanan) berjalan usai menjalani sidang secara virtual di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (7/7/2022). Pada Selasa (25/10/2022), Itong divonis bersalah dan dihukum 5 tahun penjara. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra
Terdakwa Itong Isnaeni Hidayat (kanan) berjalan usai menjalani sidang secara virtual di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (7/7/2022). Pada Selasa (25/10/2022), Itong divonis bersalah dan dihukum 5 tahun penjara. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya pada Selasa (25/10/2022) menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara kepada terdakwa Itong Isnaeni Hidayat. Itong adalah hakim nonaktif Pengadilan Negeri Surabaya yang terlibat kasus suap.

"Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa dengan hukuman penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp 300 juta. Jika tidak dibayar harus diganti dengan hukuman penjara selama enam bulan," kata Hakim Tongani saat membaca amar putusan di Pengadilan Tipikor Surabaya di Jalan Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa.

Baca Juga

Dalam putusan tersebut, terdakwa Itong Isnaeni juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 390 juta selambat-lambatnya dalam satu bulan. Jika tidak dibayar, wajib diganti dengan hukuman penjara selama enam bulan.

Putusan ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yang meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara selama 7 tahun penjara kepada Itong Isnaeni karena terbukti bersalah menerima suap dalam perkara pembubaran PT Soyu Giri Primedika. Setelah mendengar hakim membaca putusan, Itong Isnaeni yang mengikuti sidang secara dalam jaringan dari Rutan Medaeng langsung menyatakan banding atas putusan tersebut.

"Saya tidak pernah menerima uang itu. Oleh karenanya, saya menyatakan banding," kata Itong sebelum sidang ditutup.

Seusai sidang, Mulyadi selaku kuasa hukum Itong Isnaeni mengatakan bahwa kliennya tidak pernah menerima uang suap itu. Sehingga, kliennya memilih banding atas putusan ini.

"Dalam pertimbangan majelis ada pengondisian, berarti ada yang dikondisikan. Tapi, ternyata tidak ada yang dikondisikan. Ini putusan yang kontradiktif," kata Mulyadi.

Mulyadi menyatakan, bahwa beberapa saksi yang dihadirkan dalam sidang mengaku tidak pernah memberi uang kepada Itong sehingga upaya banding yang dilakukan kliennyasangat beralasan. Sementara itu, jaksa penuntut umum menyatakan masih pikir-pikir atas putusan itu.

Para jaksa dari KPK harus berkoordinasi dulu dengan pimpinannya untuk mengambil keputusan menerima atau banding atasputusan tersebut. "Putusan memang lebih ringan dari tuntutan. Kami menuntut 7 tahun penjara, majelis memutus 5 tahun. Kami harus menghormati putusan hakim," kata Jaksa KPK M Nur Aziz ditemui seusai sidang.

Dalam perkara ini, Itong Isnaeni tidak disidang sendirian. Ia didakwa bersama M.Hamdan selaku panitera pengganti dan Hendro Kasiono (seorang pengacara), dalam berkas terpisah. Itong Isnaeni dan M.Hamdan dijerat dengan pasal berlapis, yakni keduanya sebagai penerima suap didakwa pasal kesatu: pasal 12 huruf c UU Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kedua: pasal 11 UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sedangkan, terdakwa Hendro Kasiono sebagai pemberi suap didakwa kesatu: pasal 6 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kedua: pasal 13 UU Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

photo
Mahkamah Agung menerbitkan Perma No 1 tahun 2020, dimana aturan ini memungkinkan hakim untuk menjatuhkan pidana penjara seumur hidup bagi koruptor.re - (republika.do.id)

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement