Jumat 21 Oct 2022 16:39 WIB

Anak Laki-Laki Enam Tahun Jadi Prevalensi Terbanyak Gagal Ginjal Akut

Gagal ginjal akut misterius pada anak terjadi tanpa komorbid.

Anggota komunitas Badut Nyentrik Cimahi Bandung Sauyunan (Necis) melakukan kampanye kewaspadaan penyakit gagal ginjat akut kepada orang tua murid di MI Darussalam, Jalan Caringin, Babakan Ciparay, Kota Bandung, Jumat (21/10/2022). Kegiatan tersebut digelar dalam rangka kampanye kesadaran dan kewaspadaan serta ungkapan peduli terhadap bahaya penyakit Gangguan Ginjal Akut Atipikal yang terjadi pada anak usia 0-18 tahun. Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Anggota komunitas Badut Nyentrik Cimahi Bandung Sauyunan (Necis) melakukan kampanye kewaspadaan penyakit gagal ginjat akut kepada orang tua murid di MI Darussalam, Jalan Caringin, Babakan Ciparay, Kota Bandung, Jumat (21/10/2022). Kegiatan tersebut digelar dalam rangka kampanye kesadaran dan kewaspadaan serta ungkapan peduli terhadap bahaya penyakit Gangguan Ginjal Akut Atipikal yang terjadi pada anak usia 0-18 tahun. Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis anak dari RSPI Sulianti Saroso Ernie Setyawati mengatakan gagal ginjal akut misterius pada anak terjadi tanpa ada riwayat penyakit penyerta atau komorbid. Sehingga, belum diketahui penyebabnya pasti anak mengalami gagal ginjal akut.

"Jadi, sebelumnya anaknya sehat, tidak ada gangguan apa-apa, begitu dia kena gangguan ginjal ini berlangsungnya progresif, sangat cepat. Jadi, tidak ada penyakit berat yang mendahului," kata Ernie dalam acara bincang-bincang kesehatan yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat (21/10/2022).

Baca Juga

"Dipastikan juga anak-anak ini tidak ada gangguan fungsi ginjal, tiba-tiba. Jadi, penyebabnya memang belum bisa dipastikan," tambahnya.

Ia mengatakan, prevalensi paling tinggi dari penyakit gagal ginjal akut misterius adalah anak laki-laki berusia di bawah enam tahun.

Meski gagal ginjal akut misterius pada anak masih dalam penyelidikan lebih lanjut, kata Ernie, orang tua perlu meningkatkan kewaspadaan dengan lebih memperhatikan kondisi anak.

Anak dengan gangguan ginjal, kata dia, umumnya mengalami gejala infeksi, seperti infeksi saluran pernapasan atas yang ditandai demam, batuk, pilek, sesak napas. Kemudian, infeksi saluran pencernaan seperti diare.

Lebih lanjut, dia mengatakan anak dengan gangguan ginjal mengalami penurunan produksi urine. Hal ini menyebabkan frekuensi buang air kecil ikut menurun, bahkan pada beberapa kasus anak tidak buang air kecil sama sekali.

"Kalau misalnya dia belum buang air kecil di siang hari selama enam sampai delapan jam, kita harus waspada. Jadi, kalau anak mengalami gejala-gejala yang disebutkan tadi, kemudian dia infeksi saluran pernapasan atau gangguan pencernaan, demam, sebaiknya memeriksakan diri ke dokter," ujarnya.

Kementerian Kesehatan RI menyampaikan bahwa per 18 Oktober 2022 tercatat 206 kasus gagal ginjal akut progresif atipikal atau gagal ginjal akut misterius yang dilaporkan, 99 di antaranya meninggal dunia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement