Kamis 20 Oct 2022 16:58 WIB

Kemenkes-BPOM Segera Tarik Produk Obat Sirop Perusak Ginjal

Zat kimia perusak ginjal ditemukan di anak yang meninggal akibat gagal ginjal.

Petugas mengumpulkan berbagai jenis merek obat sirup yang dilarang dijual untuk sementara waktu di salah satu apotek, Kendari, Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (20/10/2022). Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menginstruksikan seluruh apotek di Indonesia untuk menyetop sementara semua penjualan obat bebas dalam bentuk sediaan cair atau sirup kepada masyarakat dan diminta nakes untuk tidak meresepkan obat-obatan sirup kecuali obat sirup kering sampai adanya pengumuman resmi dari pemerintah.
Foto: ANTARA/jojon
Petugas mengumpulkan berbagai jenis merek obat sirup yang dilarang dijual untuk sementara waktu di salah satu apotek, Kendari, Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (20/10/2022). Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menginstruksikan seluruh apotek di Indonesia untuk menyetop sementara semua penjualan obat bebas dalam bentuk sediaan cair atau sirup kepada masyarakat dan diminta nakes untuk tidak meresepkan obat-obatan sirup kecuali obat sirup kering sampai adanya pengumuman resmi dari pemerintah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berkoordinasi untuk menentukan produk obat sirop mengandung bahan kimia perusak ginjal yang segera ditarik dari pasaran. "Jadi sekarang, kami berkoordinasi dengan BPOM supaya bisa cepat dipertegas, itu obat-obatan mana saja yang harus kita tarik," kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Kamis (20/10/2022).

Ia mengatakan, rencana penarikan produk obat sirop itu berkaitan dengan temuan tiga zat kimia berbahaya, yakni ethylene glycol (EG), diethylene glycol (DEG), dan ethylene glycol butyl ether (EGBE) pada 15 sampel produk obat sirop yang diteliti dari pasien gangguan ginjal akut. Zat kimia tersebut terdeteksi di organ pasien melalui penelitian terhadap 99 pasien balita meninggal akibat gagal ginjal di Indonesia.

Baca Juga

"Kami tarik dan ambil darahnya, kami lihat ada bahan kimia berbahaya merusak ginjal. Kemudian kami datangi rumahnya, kami minta obat obatan yang dia minum, itu mengandung juga bahan-bahan tersebut," ujarnya.

Budi mengatakan diperlukan sikap tegas pemerintah untuk melindungi masyarakat dari risiko gagal ginjal. Sebab, jumlah kasus meninggal akibat gagal ginjal di Indonesia telah mencapai 70-an pasien per bulan.

"Yang terdeteksi (sakit) di Indonesia sekitar 35 sebulan, rumah sakit sekarang sudah mulai agak penuh. Kami ambil tindakan preventif," katanya.

Tindakan preventif yang dimaksud, katanya, menghentikan sementara pemberian obat sirop kepada masyarakat, baik usia anak maupun dewasa. "Tahan dulu sementara, supaya tidak bertambah lagi korbannya balita-balita kita. Kalau obat urusan dokter, tapi kami tahan ke dokter dan apotek-apotek sampai nanti BPOM memastikan obat mana yang sebenarnya berbahaya," katanya.

Budi mengatakan, tindakan tersebut langkah kehati-hatian pemerintah demi menekan laju kasus kematian akibat gagal ginjal. "Kenapa kami ambil begitu, setiap kali kami tunda, itu ada dua atau tiga bayi meninggal, jadi kami ambil tindakan yang hati-hati," katanya.

Ia menambahkan, ethylene glycol dan diethylene glycol menjadi penyebab kematian banyak orang di sejumlah negara. Kasus serupa terjadi di Afrika, India, China, dan sejumlah negara lainnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement