Kamis 20 Oct 2022 15:05 WIB

Kasus Gagal Ginjal Akut Buka Peran Besar Apoteker

Apoteker harus lebih banyak mengedukasi masyarakat tentang penggunaan obat.

Apoteker beraktivitas di salah satu apotek di Arcamanik, Kota Bandung, Rabu (19/10/2022). Kementerian Kesehatan menginstruksikan seluruh apotek yang beroperasi di Indonesia untuk sementara ini tidak menjual obat bebas dalam bentuk sirop ke masyarakat. Instruksi tersebut dikeluarkan sebagai kewaspadaan atas temuan gangguan ginjal akut progresif tipikal yang mayoritas menyerang usia anak di Indonesia. Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Apoteker beraktivitas di salah satu apotek di Arcamanik, Kota Bandung, Rabu (19/10/2022). Kementerian Kesehatan menginstruksikan seluruh apotek yang beroperasi di Indonesia untuk sementara ini tidak menjual obat bebas dalam bentuk sirop ke masyarakat. Instruksi tersebut dikeluarkan sebagai kewaspadaan atas temuan gangguan ginjal akut progresif tipikal yang mayoritas menyerang usia anak di Indonesia. Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Apoteker memiliki peran penting untuk mengedukasi dan membuat masyarakat cermat dalam memilih dan mengonsumsi obat. Terutama di saat ini kala muncul fenomena penyakit gangguan ginjal akut atipikal.

Di beberapa wilayah, pakar dari Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof Muchtaridi mengatakan, masih ditemukan masyarakat yang menggunakan obat untuk penggunaan yang bukan semestinya. Bahkan, ada yang menggunakan obat-obatan khusus untuk manusia, tetapi diberikan kepada hewan.

Baca Juga

"Di Indonesia edukasi tentang obat masih kurang. Apoteker harusnya berperan di sini," kata Muchtaridi, Kamis (20/10/2022).

Selain itu, lanjutnya, masyarakat Indonesia juga masih banyak yang belum memahami mengenai warna tanda dalam kemasan obat. Padahal, tanda tersebut berfungsi menjelaskan mengenai golongan obat, kegunaan, serta cara penggunaannya.

"Misalnya, masyarakat menganggap warna hijau itu obat bebas. Jadi, bisa dikonsumsi dengan bebas, padahal kan bisa bahaya. Itu edukasinya yang kurang," kata dia.

Untuk itu, katanya, apoteker punya wewenang dalam memutuskan kelayakan suatu jenis obat untuk dikonsumsi kepada pasien sesuai dengan kondisinya. Dia mendorong kurikulum pendidikan farmasi maupun apoteker perlu diperkuat. Salah satu yang perlu diperkuat adalah materi stabilitas obat.

Dia menilai kasus dietilen glikol dan etilen glikol dalam obat parasetamol di Gambia merupakan bukti bahwa stabilitas suatu obat tidak bisa diabaikan, karena bakal berdampak bagi penggunanya. "Misalnya, ketika aspirin terkena air atau lembab, itu jangan dimakan, karena akan terpecah menjadi asam atetat dan menjadi racun kalau dimakan. Masyarakat tidak paham, yang paham apoteker," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement