Selasa 18 Oct 2022 05:30 WIB

Pengamat Minta Pj Gubernur Heru Langsung Tancap Gas

Pengalaman Heru di birokrat Pemprov dinilai cukup untuk pimpin pemerintahan DKI.

Pejabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono berjabat tangan dengan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan usai dilantik di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Senin (17/10/2022). Heru Budi Hartono sah dilantik sebagai Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta menggantikan Anies Baswedan dan Ahmad Riza Patria yang purnatugas. Prayogi/Republika.
Foto: Republika/Prayogi
Pejabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono berjabat tangan dengan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan usai dilantik di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Senin (17/10/2022). Heru Budi Hartono sah dilantik sebagai Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta menggantikan Anies Baswedan dan Ahmad Riza Patria yang purnatugas. Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Direktur Eksekutif LINGKARAN Indonesia (Lingkar Studi Kebijakan dan Perencanaan - Indonesia)  Arjun Fatahillah merespons terpilihnya Heru Budi Hartono sebagai Penjabat Gubernur DKI Jakarta atau Pj Gubernur DKI Jakarta pengganti Anies Baswedan. Ia mewanti-wanti agar Heru langsung tancap gas memimpin Jakarta. Hal itu, kata Arjun, melihat harapan warga Jakarta sangat besar, khususnya  masalah banjir dan macet.

Harapan besar warga Jakarta juga sejalan dengan perintah Presiden Joko Widodo ketika memutuskan memilih Heru menjadi Pj Gubernur DKI Jakarta. Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan berpesan agar Heru fokus pada banjir, macet dan juga tata ruang.

Baca Juga

“Pengalaman Pak Heru sebagai birokrat di lingkungan Pemprov DKI Jakarta, saya rasa sangat cukup untuk modal beliau memimpin Jakarta sampai 2 tahun ke depan, harapannya jangan ada waktu adaptasi yang terlalu panjang, apalagi Presiden Jokowi punya 2 pesan penting, khususnya penanganan banjir dan macet. Pak Heru juga harus cepat bergerak mengonsolidasikan semua lembaga di bawah Pemprov DKI Jakarta untuk bekerja lebih efektif," kata Arjun lewat keterangan ke Republika.co.id, di Jakarta, Senin (17/10).

Dia juga menambahkan bahwa permasalahan banjir sangat rumit, hubungannya kepada sungai yang dangkal, kemudian drainase yang buruk, hingga menyebabkan air hujan sulit masuk ke dalam tanah. Sementara belum semua pengguna properti di Jakarta menggunakan air dari PAM Jaya, jadi masih menggunakan air tanah, sehingga permukaan tanah turun.

"Masalah banjir ini rumit, air hujan gagal masuk ke dalam tanah karena sungai yang dangkal dan drainase buruk, habis itu air tanah terus tersedot oleh pengguna properti, makin habis jadi permukaan tanah makin turun, ini bahaya bagi masa depan Jakarta," ujarnya.

Ia pun mendorong Pj Gubernur Heru dan Pemprov menertibkan para pengguna properti agar jangan lagi gunakan air tanah. Tentunya hal itu harus sejalan dengan peningkatan pipanisasi PAM Jaya yang hari ini baru 65 persen. "Selain itu juga perlu terobosan dalam pembebasan lahan yang memang sesuai dengan roadmap, seperti hutan kota sangat membantu mencegah banjir," katanya.

photo
Direktur Eksekutif LINGKARAN Indonesia (Lingkar Studi Kebijakan dan Perencanaan - Indonesia) Arjun Fatahillah - (Istimewa)
 

Arjun juga mewanti-wanti masalah kemacetan, ia mengingatkan bahwa dulu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebelum kepemimpinan Anies Baswedan pernah mencoba membuat kebijakan ERP (Electronic Road Pricing) atau Jalan Berbayar pada jalan-jalan utama di Jakarta. Hal ini dinilai cukup efektif untuk mengurangi kemacetan. Ia mendorong agar pemerintahan Pj Heru tak ragu untuk menerapkan  kembali.

"Semua solusi macet sudah pernah dilakukan di Jakarta, ada yang pernah dicoba tapi kemudian dicabut, yaitu ERP atau Jalan Berbayar, saya rasa Pak Heru harus meninjau kembali kebijakan itu, penerapan tarif dan penggunaan alat khusus OBU bagi pengguna mobil saya rasa bisa menekan kemacetan, orang-orang jadi malas atau takut untuk lewat jalan-jalan utama di Jakarta, karena harus bayar, saya rasa efektif mengurangi kemacetan, orang akan berpikir lebih baik naik Transjakarta, MRT, atau transportasi umum yang lain," tambah Pengamat yang juga lulusan Kajian Ketahanan Nasional Universitas Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement