REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah Anies Baswedan lengser dari jabatan Gubernur DKI Jakarta pada Ahad (16/10/2022), posisinya kini digantikan oleh penjabat gubernur hingga kepala daerah baru terpilih pada Pilkada 2024. Lantas, apa perbedaan tugas dan wewenang antara gubernur definitif dan penjabat gubernur?
Tugas dan wewenang kepala daerah termaktub dalam Pasal 65 Ayat 1 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Tugas kepala daerah definitif adalah sebagai berikut:
1. memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD;
2. memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat;
3. menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang RPJPD dan rancangan Perda tentang RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusun dan menetapkan RKPD;
4.menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama;
5. mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
6.mengusulkan pengangkatan wakil kepala daerah; dan
7. melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Wewenang kepala daerah:
1. mengajukan rancangan Perda;menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
2. menetapkan peraturan kepala daerah dan keputusan kepala daerah;
3. mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh daerah dan/atau masyarakat;
4. melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Adapun, tugas dan wewenang penjabat kepala daerah sama dengan kepala daerah definitif, tapi disertai sejumlah larangan. Tugas dan wewenang penjabat kepala daerah tertera dalam Pasal 1 Ayat 5 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 35 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelantikan Kepala Daerah Dan/Atau Wakil Kepala Daerah.
"Penjabat Kepala Daerah adalah Pejabat yang ditetapkan oleh Presiden untuk Gubernur dan Pejabat yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri untuk Bupati dan Walikota untuk melaksanakan tugas, wewenang dan kewajiban kepala daerah dalam kurun waktu tertentu," demikian bunyi pasal tersebut.
Sementara, larangan penjabat kepala daerah termaktub dalam Pasal 132A Ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2008 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Ayat 1 melarang empat hal:
1. melakukan mutasi pegawai;
2. membatalkan perizinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perizinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya;
3. membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya; dan
4. membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.
Sedangkan ayat 2 memberikan pengecualian atas larangan tersebut. "Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri," demikian bunyi pasal tersebut.