Senin 17 Oct 2022 11:21 WIB

Layanan Kesehatan Belum Merata, Dokter Spesialis Masih Terpusat di Kota Besar

Bahkan hidup sehat sekarang sudah menjadi gaya hidup.

Gedung Rumah Sakit Siloam di Kawan Lippo Karawaci, Tangerang, Banten. (ilustrasi)
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Gedung Rumah Sakit Siloam di Kawan Lippo Karawaci, Tangerang, Banten. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Minimnya jumlah dokter spesialis di berbagai rumah sakit di Indonesia, mendorong masyarakat untuk berobat ke luar negeri. Akibatnya devisa hampir senilai 6 miliar dolar AS per tahun atau sekitar Rp 100 triliun dari biaya berobat WNI di luar negeri dinikmati negara lain.

Presiden Komisaris PT Siloam International Hospitals Tbk, John Riady, mengatakan secara kualitas dokter-dokter spesialis di Indonesia tidak kalah. Bahkan banyak yang melampaui koleganya di luar negeri karena terbiasa menghadapi persoalan kesehatan yang lebih kompleks dan berat di dalam negeri.

“Hanya saja, keberadaan dokter-dokter spesialis masih berpusat di Jakarta. Semakin jauh dari kota besar, kualitas dan jumlah dokter semakin berkurang,” kata John di Jakarta, Senin (17/10/2022).

Ia sependapat dengan kekhawatiran Presiden Joko Widodo terhadap fenomena banyaknya masyarakat berobat ke luar negeri hingga menghabiskan cadangan devisa. Presiden Jokowi menilai masyarakat kelas atas cenderung berobat ke luar negeri seperti Singapura, Malaysia, dan Jepang karena kurang mengapresiasi rumah sakit dan layanan kesehatan di dalam negeri.

John mengungkapkan saat ini jumlah dokter hanya sekitar 81.011 orang, dengan persebaran terbanyak di Pulau Jawa, terutama Jabodetabek. Rasio itu hanya mencapai 0,3 per 1.000 orang. "Lemahnya industri kesehatan di Indonesia justru menguntungkan negara-negara tetangga yang memiliki industri jasa kesehatan lebih maju," ujarnya. 

"Persoalannya, dari sisi supply layanan kesehatan secara nasional dinilai sangat kurang, terutama dari segi kuantitas, Indonesia hanya memiliki rasio ranjang 1,33 per 1.000 orang," katanya menambahkan.

Padahal, sektor kesehatan merupakan salah satu tulang punggung pemasukan ekonomi nasional. Apalagi, terdapat kebutuhan yang meningkat seiring antisipasi merebaknya wabah di masa depan maupun pertumbuhan pendapatan masyarakat. 

Indonesia memiliki pasar yang besar untuk industri kesehatan, sementara itu sekitar 600 ribu masyarakat Indonesia pergi berobat keluar negeri. "Ke depan tren masyarakat terhadap kesehatan semakin meningkat. Bahkan hidup sehat sekarang sudah menjadi gaya hidup,” kata John.

Hal inilah yang membuat Lippo Group sejak jauh hari berinvestasi di sektor kesehatan dengan pendirian RS Siloam di Lippo Karawaci pada 1992. Tidak tanggung-tanggung, visi Lippo Group di bidang kesehatan itupun membidik langsung kualitas paling atas untuk layanan kesehatan.

John mengungkapkan hal itu dibuktikan Siloam sebagai rumah sakit pertama yang bekerja sama dengan Gleneagle Hospital Singapore dan mendapatkan akreditasi Joint Commission International atau JCI. Akreditasi ini merupakan standar layanan kesehatan berkelas internasional.

Dengan pertimbangan itu pula, Siloam menempatkan banyak dokter spesialis di daerah dan meningkatkan kualitasnya menjadi standar internasional seperti Siloam Labuan Bajo International Medical Centre (LIMC). “Agar dapat  memberikan kenyamanan bagi masyarakat setempat dan para wisatawan mancanegara untuk mendukung pemulihan pariwisata dan mendongkrak jumlah wisatawan ke Labuan Bajo pada masa mendatang,” kata John menjelaskan.

Saat ini, Siloam memiliki 40 rumah sakit di 27 provinsi. Lippo Group juga terus berupaya mengisi ruang kosong mencetak dokter-dokter spesialis yang mumpuni. Secara jangka panjang, problem ini perlu diselesaikan dengan menggenjot perguruan tinggi menghasilkan para dokter. "Hal inilah yang diampu oleh Fakultas Kedokteran UPH," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement