Sabtu 15 Oct 2022 12:46 WIB

Sekretaris KNPI Keerom Sarankan Kemendagri Lantik Penjabat Gubernur Papua

Kondisi Lukas masih sakit dan tersangka membuat pelayanan publik di Papua menurun.

Gedung Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.
Foto: Dok Kemendagri
Gedung Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA -- Sekretaris KNPI Kabupaten Keerom Michael Sineri menyarankan agar pemerintah pusat segera menonaktifkan Gubernur Papua Lukas Enembe yang menjadi tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut dia, pemerintah pusat sebaiknya melantik seorang pejabat (pj) gubernur Papua menyusul menurunnya pelayanan publik di Bumi Cendrawasih.

Michael menilai, pelayanan publik di Papua terhambat karena kondisi Lukas yang tidak mampu untuk bekerja secara maksimal karena kondisinya yang masih sakit dan berstatus tersangka. "Saran kepada Kementerian Dalam Negeri untuk segera menonaktifkan gubernur untuk sementara dan menggantikannya dengan pejabat gubernur agar pelayanan masyarakat tetap berjalan dengan baik," ujar Michael di Abepura, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua, Sabtu (15/10/2022).

Dia menilai, Lukas sebagai pemimpin seharusnya berani untuk menghadapi proses hukum di KPK. Sehingga tidak perlu ada gerakan dari oknum masyarakat untuk mendukung Lukas dengan menjaga rumahnya setiap hari. Michael menganggap, tidak ada budaya Papua yang menjadikan hanya satu orang yang memimpin Papua.

Hal itu karena di tanah Papua terdapat tujuh wilayah adat dan terbagi menjadi banyak suku di dalamnya. "Tidak semua orang bisa mengklaim sebagai ketua suku kecuali anak adat," ucap intelektual muda Keerom tersebut dalam siaran pers.

 

Terkait kabar Lukas dilantik menjadi ketua suku besar Papua, Michael tidak mengakuinya. Apalagi, prosesi pelantikan tidak semua orang Papua ikut hadir. Menurut Michael, seharusnya tidak perlu masyarakat menjadi tameng untuk melindungi kasus yang menjerat Lukas. "Dalam kasus Lukas Enembe, tidak bisa mengubah kasus hukum normal menjadi kasus hukum adat," ucap Michael.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement