Jumat 14 Oct 2022 23:57 WIB

Pakar: Air Galon Kemasan Polikarbonat Aman Dikonsumsi

Pakar sebut kandungan BPA pada galon kemasan tidak membahayakan

Rep: Novita Intan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Beberapa pakar teknologi keamanan pangan serta ilmu kimia dari perguruan tinggi di Indonesia menyebutkan air galon kemasan berbahan polikarbonat masih aman dikonsumsi masyarakat. Menurut mereka, kemasan galon berbahan polikarbonat secara desain material bahan bakunya relatif aman air minum dengan kemasan yang digunakan berulang kali.
Foto: Dok Aqua
Beberapa pakar teknologi keamanan pangan serta ilmu kimia dari perguruan tinggi di Indonesia menyebutkan air galon kemasan berbahan polikarbonat masih aman dikonsumsi masyarakat. Menurut mereka, kemasan galon berbahan polikarbonat secara desain material bahan bakunya relatif aman air minum dengan kemasan yang digunakan berulang kali.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa pakar teknologi keamanan pangan serta ilmu kimia dari perguruan tinggi di Indonesia menyebutkan air galon kemasan berbahan polikarbonat masih aman dikonsumsi masyarakat. Menurut mereka, kemasan galon berbahan polikarbonat secara desain material bahan bakunya relatif aman air minum dengan kemasan yang digunakan berulang kali. 

Pakar Teknologi Produk Polimer/Plastik yang juga Kepala Laboratorium Green Polymer Technology  Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI), Mochamad Chalid, mengatakan kemasan galon guna ulang secara desain material bahan bakunya relatif aman air minum dengan kemasan yang digunakan berulang kali.  Karenanya, lanjut Chalid, galon ini mengkhawatirkan pun harus jelas disclaimer-nya seperti apa.

“Jangan kalimat itu kemudian digeneralisir. Harus ada rinciannya, tidak bisa sembarangan. Statement yang seperti itu tidak bisa digunakan publik, kecuali kalau sudah ada data yang jelas,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (13/10/2022).

Dosen Biokimia dari Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor (IPB), Syaefudin, menambahkan BPA yang tidak sengaja dikonsumsi para konsumen dari kemasan pangan akan dikeluarkan lagi dari dalam tubuh. Karena, menurutnya, BPA akan diubah di dalam hati menjadi senyawa lain, sehingga dapat lebih mudah dikeluarkan lewat urin.

“Jadi sebenarnya, kalau BPA tidak sengaja dikonsumsi oleh kita tubuh kita, misalkan dari air minum dalam kemasan yang mengandung BPA, itu akan dikeluarkan lagi. Ada proses glukoronidase hati, ada enzim yang mengubah BPA itu menjadi senyawa lain yang mudah dikeluarkan tubuh lewat urin,” katanya.

Menurutnya BPA memiliki biological half life atau waktu paruh biologisnya. Artinya, ketika BPA itu misalnya satuannya 10, masuk dalam tubuh, dia selama lima sampai enam jam akan cuma tersisa lima. “Nah, yang setengahnya lagi itu dikeluarkan dari tubuh. Artinya, yang berpotensi untuk menjadi toksik dalam tubuh itu sebenarnya sudah berkurang,” tuturnya.

Pakar Teknologi Pangan dari IPB, Eko Hari Purnomo, menambahkan kandungan BPA dalam galon air minum dalam kemasan berbahan polikarbonat tidak membahayakan kesehatan. Menurutnya, plastik polikarbonat yang mengandung BPA itu digunakan untuk galon air minum hanya karena sifatnya yang keras, kaku, transparan, mudah dibentuk, dan relatif tahan panas.  

“Tapi, berdasarkan data-data yang ada, penggunaan kemasan galon jenis ini tidak banyak menimbulkan resiko kesehatan, terutama dari sudut pandang BPA-nya. Apalagi produk air, itu potensinya kecil sekali mengingat BPA tidak larut dalam air,” kata Eko. 

Itulah sebabnya, menurut Eko, sulitnya ditemukan penelitian-penelitian yang dilakukan terhadap dampak BPA pada galon polikarbonat karena memang sudah terbukti aman digunakan. Tapi, kata Eko, yang banyak ditemukan itu penelitian-penelitian migrasi BPA dari kemasan polikarbonat pada kemasan selain galon PC.

“Sehingga, menurut saya, informasi-informasi dari penelitian yang bukan dari galon PC inilah yang kemudian diambil oleh orang-orang yang masih mempertanyakan bahaya BPA dalam galon PC. Sementara, dari berbagai studi yang sudah dilakukan  menunjukkan bahwa migrasi BPA dari galon PC ke dalam minuman terutama air itu masih jauh di bawah batas migrasi yang diijinkan,” ucapnya.

Ahli kimia sekaligus pakar polimer dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ahmad Zainal Abidin, menegaskan Bisfenol A (BPA) dan polikarbonat dua hal yang berbeda. Selama ini masyarakat yang salah mengartikan antara bahan kemasan plastik polikarbonat dan BPA sebagai prekursor pembuatnya.

Dia melihat beberapa pihak sering hanya melihat dari sisi BPA-nya saja yang disebutkan berbahaya bagi kesehatan tanpa memahami bahan bentukannya yaitu polikarbonat yang aman jika digunakan kemasan pangan. Menurutnya, BPA memang ada dalam proses pembuatan plastik PC. 

Dia mengibaratkannya seperti garam NaCl (Natrium Chloride), masyarakat bukan mau menggunakan klor atau natriumnya, tapi yang digunakan NaCl yang tidak berbahaya jika dikonsumsi. Menurutnya, Natrium itu berbahaya bahkan bisa jadi peledak. Begitu juga dengan Klor sama berbahayanya dan bahkan bisa menyebabkan kematian bagi orang yang menghirupnya. 

”Jadi dalam memahami ini, masyarakat harus pandai mengerti agar tidak dibelokkan oleh informasi yang bisa menyesatkan dan merugikan,” kata Zainal.

Dia juga berharap berita-berita yang terkait galon PC harus dijelaskan secara ilmiah dan jangan dikontroversikan menurut ilustrasi masing-masing yang bisa menyesatkan. “Jadi, harus dengan data ilmiah sehingga masyarakat kita akan memahami dan bisa mengambil keputusan sendiri,” ucapnya.

Ahli teknologi pangan yang juga Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan  IPB, Dedi Fardiaz, mengatakan, sebetulnya tentang migrasi dari zat kontak pangan ke produk pangannya itu sudah diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan. Peraturan itu menyebutkan beberapa yang wajib dilakukan label bebas dari zat kontak pangannya itu tidak hanya kemasan berbahan polikarbonat yang mengandung BPA saja, tapi juga produk lainnya seperti melamin perlengkapan makan dan minum, kemasan pangan plastik polistirena (PS), kemasan pangan timbal (Pb), Kadmium (Cd), Kromium VI (Cr VI), merkuri (Hg), kemasan pangan Polivinil Klorida (PVC) dari senyawa Ftalat, kemasan pangan Polyethylene terephthalate (PET), juga kemasan pangan kertas dan karton dari senyawa Ftalat.

Khusus yang terkait BPA, dia menyebut BPOM telah menetapkan satuan untuk keamanan pangannya sama dengan yang lain yang disebut TDI (tolerable daily intake). Di mana, sesuai ketentuan dalam Peraturan Badan POM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan, batas migrasi maksimal BPA adalah sebesar 0,6 bagian per juta (bpj, mg/kg).

Pada pertengahan tahun lalu, kata Dedi, BPOM juga telah melakukan pengujian terhadap migrasi BPA terhadap AMDK berbahan PC dan menemukan bahwa hasilnya rendah sekali dibandingkan dengan persyaratan kandungan dalam airnya. “Setelah dihitung ternyata paparannya itu jauh sekali di bawah itu. Artinya relatif aman,” ucapnya.

Dosen dan Peneliti dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, Nugraha E. Suyatma, menambahkan ketidaksetujuannya terhadap pihak-pihak yang mengatakan air minum kemasan galon PC itu berbahaya bagi kesehatan. Menurutnya, galon-galon itu sebelum diedarkan sudah diuji terlebih dulu residu BPA-nya berapa. Migrasinya juga sudah dites dulu oleh pabriknya dan sudah memiliki standar keamanan pangan. “Jadi, air galon polikarbonat itu relatif aman untuk digunakan dan tidak perlu sampai dilabeli BPA Free,” tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement