Rabu 12 Oct 2022 22:56 WIB

Penjelasan Dokter Paru Gas Air Mata Bisa Perberat Kondisi Korban Terpapar

Gas air mata berisi partikel yang isinya bahan kimia dan cairan minyak cabai.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Andri Saubani
Suporter Arema FC (Aremania), Kevia Naswa Ainur Rohma menunjukkan matanya yang masih memerah akibat menjadi salah satu korban luka di Tragedi Kanjuruhan di Kedungkandang, Malang, Jawa Timur, Rabu (12/10/2022). Kevia adalah salah satu dari 737 korban luka yang saat terjadinya tragedi Kanjuruhan berada di tribun 12 dan terkena gas air mata serta terinjak-injak penonton lain.
Foto: ANTARA/Ari Bowo Sucipto
Suporter Arema FC (Aremania), Kevia Naswa Ainur Rohma menunjukkan matanya yang masih memerah akibat menjadi salah satu korban luka di Tragedi Kanjuruhan di Kedungkandang, Malang, Jawa Timur, Rabu (12/10/2022). Kevia adalah salah satu dari 737 korban luka yang saat terjadinya tragedi Kanjuruhan berada di tribun 12 dan terkena gas air mata serta terinjak-injak penonton lain.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis paru dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Feni Fitriani Taufik menjelaskan, gas air mata jika terkena bagian tubuh bisa menyebabkan iritasi seperti hidung yang bisa berair dan bisa memperberat kondisi. Feni menjelaskan, gas air mata berisi partikel yang isinya bahan kimia dan cairan minyak cabai. 

"Bahan-bahan kimia tersebut bersifat iritasi di semua organ tubuh yang dikenai, termasuk kulit, mata, hidung. Jadi, walaupun namanya gas air mata, dia tetap terhirup dan masuk ke saluran hidung, saluran napas, sampai ke paru," katanya saat dihubungi Republika, Rabu (12/10/2022) malam. 

Baca Juga

Feni menambahkan, sebenarnya gas ini tidak diindikasikan untuk dihirup dalam waktu lama. Jadi, kalau dalam kondisi terhirup dan orang bisa menghindarinya maka artinya efek pajanan zat yang terhirup tidak lama. Sebab, dia melanjutkan, normalnya kalau orang terkena gas air mata pasti menghindar karena tujuan gas ini untuk membubarkan kerumunan mencegah terjadinya kerusuhan.

Kendati demikian, ia mengakui memang orang yang terpapar gas ini akan muncul rasa tidak nyaman karena mata perih, penglihatan kabur, hidung perih berair, rasa tak nyaman. Feni mengibaratkan perihnya gas air mata seperti saat goreng cabai, artinya jika terkena mata atau menciumnya terasa perih. Padahal, itu satu unsur yaitu cabai. 

"Sedangkan, kalau ditanya iritasi di gas air mata yang digunakan di Tragedi Kanjuruhan, Jawa Timur apakah bisa menyebabkan gangguan yang berat? Tentu itu tergantung pada beberapa kondisi," katanya.

Ia menjelaskan, ini terkait kondisi agent yaitu gas air mata, kemudian kedua host yaitu orang yang terkena dan seberapa tahan terhadap gas air mata. Kemudian ketiga adalah kondisi lingkungannya seperti apa. Artinya jika lingkungannya tertutup, gas air mata tidak menyebar ke mana-mana, maka akibatnya konsentrasi tinggi di ruangan tertutup jika dibandingkan di tempat terbuka. 

"Kalau misalnya gas air matanya banyak, bahan iritasinya banyak, orangnya punya penyakit penyerta atau tak sehat, kemudian di lingkungan tertutup dan tak mungkin keluar sesegera mungkin maka itu membuat bahan iritasi masuk dalam saluran napas, banyak yang masuk ke paru. Kemudian mengganggu oksigen yang masuk maka bisa berakibat fatal,"  katanya.

Jadi, ia menambahkan, fatalitas ini bergantung pada seberapa besar dosis yang masuk dalam tubuh, seberapa lama kontak dengan zat tersebut, hingga bagaimana kondisi orang yang menerima gas air mata. Ia menambahkan, jika anak bawah lima tahun, lanjut usia, dewasa muda yang masih kuat ketika menghirup  gas air mata dengan dosis yang sama dan di waktu yang sama, ternyata kondisi masing-masing orang berbeda.

Kemudian, ia mengakui lingkungan juga membuat zat cepat membaur, seperti saat di keramaian. Artinya, ia menambahkan, tentu orang menghindar dan mencari udara yang lebih segar dan tak memiliki kandungan gas air mata tersebut.

Sehingga pajanan, konsentrasi zat perih akan makin berkurang.  Terkait wajah para korban tragedi Kanjuruhan yang membiru, ia menilai ini karena mereka panik dan desak-desakan. Inilah yang membuat mereka sesak napas karena badan terhimpit orang lain, kemudian kondisi makin buruk saat mengalami cedera.

Kemudian, dia melanjutkan, kondisi semakin parah saat mereka terkurung dan kekurangan oksigen setelah terpapar gas air mata.  "Akhirnya, kondisi ini yang saling memperberat atau memperparah kondisinya (korban tragedi Kanjuruhan yang wajahnya membiru)," ujarnya. 

Sebelumnya, Polri berkeras penyebab kematian dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur (Jatim) bukan karena gas air mata. Kepala Divisi (Kadiv) Humas Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Dedi Prasetyo menegaskan, tak ada jurnal ilmiah maupun hasil dari kesimpulan para pakar persenjataan, maupun zat kimia yang menyimpulkan penggunaan gas air mata menimbulkan hilang nyawa. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement