Kamis 13 Oct 2022 04:10 WIB

Ini Penilaian Psikolog Terhadap Pelecehan Seksual di Kalideres

Pelaku pelecehan bisa jadi miliki konsep diri yang buruk akibat pengasuhan.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Indira Rezkisari
Pelecehan seksual terhadap anak (ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Pelecehan seksual terhadap anak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pelecehan seksual anak terjadi di Kalideres, Jakarta Barat. Belum lama ini, viral video yang memperlihatkan aktivitas yang diduga pelecehan seksual antara pelaku pria dewasa dan korban anak laki-laki.

Kejadian tersebut terjadi di kubangan air dekat RS Mitra Keluarga. Saat ini, polisi tengah melakukan penyelidikan terkait video tersebut.

Baca Juga

Menurut psikolog, banyak faktor yang memengaruhi seseorang bisa tega melakukan tindakan asusila itu. Psikolog klinis dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Anggiastri Hanantyasari Utami mengatakan dalam kasus di Kalideres, pelaku menunjukkan perilaku penyimpangan seksual dan ketidakmampuan mengontrol hasrat seksual.

“Ini sebenarnya proses yang panjang, tidak terbentuk satu atau dua hari,” kata Anggiastri kepada Republika.co.id, Rabu (12/10/2022).

Beberapa faktor yang memengaruhi pelaku adalah pola asuh di lingkungan dia kecil hingga sekarang. Ada kemungkinan proses pembentukan kepribadian tidak difasilitasi dengan baik sehingga muncul frustasi, rendah diri, dan tidak berharga.

Ini juga termasuk konsep diri yang buruk yang tidak terlepas dari pengaruh pola asuh orang tuanya. “Pola asuh orang bisa terlalu otoriter sehingga tidak punya kebebasan di rumah untuk menyampaikan aspirasinya atau orang tua yang permisif sehingga tidak ada kontrol untuk mengontrol perilaku yang menyimpang,” ujarnya.

Selain itu, pelaku juga bisa merupakan korban pelecehan seksual yang dia alami ketika kecil. Anggiastri menjelaskan dari perspektif korban, kemungkinan ada dua hal yang dirasakan. Pertama perasaan tidak nyaman atau muncul sensasi berbeda yang dirasakan sehingga muncul keinginan untuk melakukan itu.

“Bisa dia melakukan karena balas dendam, dia tidak terima mendapatkan perlakuan seperti itu atau justru mendapatkan kenikmatan. Awalnya, mungkin tidak suka, tidak nyaman, tetapi mungkin ketika itu terjadi berkali-kali, mungkin itu bisa memunculkan sensai lain yang menurut dia sebuah kenikmatan,” tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement