Rabu 12 Oct 2022 20:30 WIB

Kearifan Lokal Dinilai Jadi Elemen Penting Pengurangan Risiko Bencana  

Penanggulangan bencana penting mengedepankan kearifan lokal minimalkan risiko

Ilustrasi penanggulangan bencana. Penanggulangan bencana penting mengedepankan kearifan lokal minimalkan risiko
Foto: Anadolu Agency
Ilustrasi penanggulangan bencana. Penanggulangan bencana penting mengedepankan kearifan lokal minimalkan risiko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Dibutuhkan kolaborasi yang kuat antara pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, serta lembaga terkait untuk mengedepankan kearifan lokal dalam kebijakan penanggulangan bencana dalam rangka pengurangan risiko bencana.  

"Pengurangan risiko bencana dengan memanfaatkan kearifan lokal dapat dilakukan dengan dukungan  pemahaman menyeluruh para pemangku kepentingan, masyarakat dan sejumlah lembaga, terkait bencana dan berbagai dampaknya," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulisnya, pada diskusi daring bertema Kearifan Lokal dalam Pembangunan Berkelanjutan Berbasis Pengurangan Risiko Bencana (PRB), yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (12/10/2022).                

Baca Juga

Menurut Lestari, saat ini terdapat sejumlah isu penting terkait pengurangan risiko bencana (PRB) seperti antara lain perencanaan, logistik, kompetensi masyarakat lokal dan yang terpenting menciptakan kultur kesiapsediaan. 

Rerie, sapaan akrab Lestari berpendapat pemanfaatan kearifan lokal, kebijakan publik yang memadai dan pola hidup masyarakat yang ramah lingkungan bisa menjadi  penentu dalam pengurangan risiko bencana.  

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berpendapat dengan berkurangnya risiko bencana berarti mendukung kemajuan dalam upaya penanggulangan bencana.  

Untuk mewujudkan hal itu, tegas Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, diperlukan komitmen yang kuat dari setiap anak bangsa.  

Direktur Pengembangan Strategi Penanggulanagan Bencana BNPB, Agus Wibowo, mengungkapkan Indonesia adalah wilayah rawan bencana yang berisiko tinggi.  

Menurut Agus berdasarkan pengalaman yang ada, bencana adalah suatu peristiwa yang berulang, sehingga penting bagi masyarakat untuk memahami sejarah suatu wilayah.  

Penyebab bencana, ujar Agus, karena adanya potensi bahaya dan kerentanan di suatu wilayah. Kerentanan muncul, tambah dia, biasanya karena infrastruktur yang ada tidak memadai dalam menghadapi potensi bencana.  

Sebagai contoh, ungkap Agus, kawasan rawan banjir, namun masih banyak pemukiman di tepi sungai atau di kawasan rawan gempa, tetapi rumahnya tidak didesain tahan gempa.  

Diakui Agus, pola kepemimpinan di setiap daerah sangat menentukan dalam keberhasilan menghadapi ancaman bencana. Komitmen politik setiap pemimpin daerah sangat penting dalam upaya penanggulangannya.  

Namun, tegas Agus, sesungguhnya lebih dari 96 persen masyarakatlah yang sangat berperan dalam upaya penanggulangan bencana sehingga, tambahnya, penting untuk diupayakan pemberdayaan masyarakat agar tangguh dalam menghadapi bencana.  

Pemahaman terkait ancaman bencana di setiap wilayah, jelas Agus, akan mengurangi potensi kerentanan suatu kawasan untuk mendorong pengurangan risiko bencana.  

Anggota Komisi VIII DPR RI, Sri Wulan, mengungkapkan data BNPB menyebutkan per 1 Januari 2022 hingga 27 Maret 2022 tercatat 1.081 bencana, yang sebagian besar terjadi di Pulau Jawa seperti banjir, cuaca ekstrem dan tanah longsor. 

Bencana alam itu, ujar Sri Wulan, berdampak terhadap 1,6 juta warga.  Tingginya risiko bencana itu, mendorong upaya pengurangan risiko bencana yang harus dilihat sebagai upaya investasi untuk mencegah kehilangan masa depan kita.  

Menurut dia, kearifan lokal dalam pencegahan bencana harus diapresiasi. Karena, jelas Sri Wulan, sesungguhnya kita bisa melakukan upaya pencegahan bencana dengan cara-cara atau budaya yang telah kita pahami secara turun temurun.   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement