Rabu 12 Oct 2022 18:22 WIB

Kesimpulan Polri Kompak Dibantah: Gas Air Mata Juga Bisa Mematikan

Amnesty menilai Polri membuat kesimpulan prematur soal gas air mata di Kanjuruhan.

Suporter Arema FC (Aremania) Cahayu Nur Dewata menunjukkan matanya yang masih memerah akibat menjadi salah satu korban luka di Tragedi Kanjuruhan di Kedungkandang, Malang, Jawa Timur, Rabu (12/10/2022). Cahayu adalah salah satu dari 737 korban luka yang saat terjadinya tragedi Kanjuruhan berada di tribun 12 dan terkena gas air mata serta terinjak-injak penonton lain.
Foto:

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pun kembali menegaskan bahwa penembakan gas air mata menjadi pemicu jatuhnya banyak korban, baik korban luka maupun meninggal dunia dalam peristiwa kericuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu, 1 Oktober 2022. Diketahui, sebanyak 132 korban meninggal dunia dalam tragedi ini.

"Kami, sampai detik ini, menyatakan pemicu jatuhnya banyak korban adalah gas air mata," ujar anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.

Hal tersebut didasarkan pada pemantauan yang dilakukan oleh tim pemantauan dan penyelidikan dari Komnas HAM terkait tragedi Kanjuruhan terhadap rencana pengamanan, prakondisi menjelang pertandingan sepak bola, beberapa dokumen, video, dan keterangan dari pihak kepolisian serta suporter Arema FC (Aremania). Lebih lanjut, Anam menyampaikan bahwa gas air mata ditembakkan pada Sabtu (1/10) malam sekitar pukul 22.08 WIB.

Awalnya, suasana pertandingan sepak bola antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya berjalan dengan kondusif. Bahkan setelah pertandingan itu dinyatakan selesai dengan hasil pertandingan Persebaya menang 3-2.

"Lalu, sekitar 14 sampai 20 menit pasca-peluit panjang pertandingan dibunyikan (oleh wasit), kondisi masih kondusif," kata Anam.

Setelah itu, beberapa Aremania mulai turun ke lapangan untuk memberikan semangat kepada tim yang mereka dukung itu.

"Detail kami melihatnya (melalui video yang menjadi barang bukti). Memang ada suporter masuk ke lapangan, tapi untuk memberi semangat. Tapi, gas air mata picu kepanikan suporter," jelas Anam.

Selanjutnya, anggota Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menambahkan Komnas HAM saat ini fokus membuktikan kebenaran dugaan mereka terkait penggunaan gas air mata sebagai pemicu banyaknya korban dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan itu dengan menunggu hasil pemeriksaan laboratorium.

"Kalau kita bicara soal hasil laboratorium itu kan bukan hanya kandungan kimianya, melainkan juga analisisnya terhadap kesehatan. Itu kami menunggu dari hasil uji laboratorium," ujar Beka.

Hal tersebut juga didasarkan temuan Komnas HAM pada kondisi sejumlah jenazah korban tragedi Kanjuruhan yang di beberapa bagian wajahnya terlihat berwarna kebiruan. Lalu, ada pula korban yang mulutnya mengeluarkan busa.

Kemudian, berkenaan dengan kondisi beberapa korban selamat, Komnas HAM menemukan mata mereka berwarna merah, bahkan ada pula yang kecoklatan. Dengan demikian, hasil laboratorium pemeriksaan terhadap gas air mata itu diharapkan mampu memberikan analisis kesehatan mengenai dampaknya terhadap para korban. Seluruh detail hasil temuan dan analisis Komnas HAM itu akan disusun dalam laporan akhir.

photo
Karikatur opini Tragedi Kanjuruhan - (republika/daan yahya)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement