REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) meyakini, tidak ada negara lain yang melakukan kerja sedetail Indonesia dalam upaya pengendalian inflasi. Menurut dia, umumnya dalam upaya pengendalian inflasi negara-negara hanya bertindak melalui bank sentral yang menaikkan suku bunga.
"Tapi kita tidak hanya urusan menaikkan suku bunga yang itu menjadi kewenangan dari Bank Indonesia, tetapi dalam praktik riil kita juga langsung masuk ke sumbernya, yaitu apa? Kenaikan barang dan jasa," katanya saat memberi pengarahan dalam Investor Daily Summit 2022 di Jakarta, Selasa (11/10/2022).
Jokowi menjabarkan setidaknya sudah dua kali mengumpulkan seluruh kepala daerah untuk pengarahan terkait pengendalian inflasi. Dia mengaku, akan terus dilakukan secara berkala dibarengi evaluasi setiap dua pekan sekali.
Bersamaan dengan pengarahan tersebut, Jokowi mengaku telah memberikan kewenangan kepada daerah untuk menggunakan dana transfer umum (DTU) sebesar dua persen dan juga pos anggaran belanja tidak terduga di postur APBD masing-masing dalam upaya pengendalian inflasi. Misalnya ada kenaikan bawang merah di Provinsi Lampung.
"Sumber bawang merah di mana, Brebes. Karena harga bawang merah naik di Lampung, pemda bisa langsung beli ke Brebes atau menutup ongkos transportasi dibebankan ke APBD," kata Jokowi. Menurut dia, setelah dihitung, biaya yang harus dikeluarkan untuk menutup ongkos pengangkutan komoditas pangan itu relatif murah.
Jokowi memberikan contoh lain, misalkan ada kenaikan harga telur ayam di Jabodetabek yang mendorong kenaikan inflasi. Hal itu juga bisa ditanggulangi dengan menyambungkan kebutuhan itu ke daerah produsen komoditas, semisal Blitar, Jawa Timur. "Sudah ongkos angkut dari Blitar ke Jabodetabek ditutup oleh pemda. Sehingga harga itu adalah harga peternak, harga petani," katanya.
"Cari negara yang kerja kayak kita sedetail itu, enggak ada. Pengendaliannya pasti makro oleh bank sentral," ujar Jokowi melanjutkan.
Kerja detail tersebut pula yang diklaim Jokowi cukup membantu pengendalian inflasi yang lebih rendah dari perkiraan akan mencapai 6,8 persen menyusul penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM). "Kemarin dihitung 6,8 persen, jatuhnya di 5,9 persen karena pemda-pemda sudah mulai bergerak ke sana. Saya cek, cek, cek, secara sampling sudah bergerak," katanya.
Jokowi juga mengingatkan, Indonesia relatif baik dalam hal pengendalian inflasi dibandingkan negara lain seperti Argentina yang sudah mencapai 83,5 persen. Menurut dia, hal itu juga cukup terbantu oleh kinerja Bank Indonesia selaku bank sentral dengan Kementerian Keuangan yang bekerja beriringan, sarat komunikasi, dan minim tumpang tindih.
"Yang saya lihat dalam keseharian antara bank sentra kita, BI, dengan Kementerian Keuangan ini berjalan beriringan, berjalannya rukun, tidak saling tumpang tindih. Ini yang saya lihat, komunikasinya baik, sehingga fiskal dan moneter itu bisa berjalan bersama-sama," ujar eks gubernur DKI Jakarta itu.