REPUBLIKA.CO.ID,MALANG -- Aremania dari UIN Malang, Yoga menceritakan hal yang sebenarnya terjadi pada tragedi Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022). Hal ini termasuk mengklarifikasi dugaan Aremania yang hendak menyerang para pemain.
Yoga tak menampik memang ada dua Aremania yang masuk ke stadion setelah pertandingan selesai. Namun mereka bertujuan untuk memberikan semangat kepada para pemain Arema FC. "Tidak ada niatan untuk menyerang pemain," kata Yoga saat ditemui wartawan di Kota Malang, Senin (2/10/2022).
Ketika peluit baru ditiup sebagai penanda pertandingan selesai, para pemain Persebaya Surabaya langsung lari dan masuk ke ruang VIP. Dua Aremania masuk ketika para pemain Arema FC terduduk di tengah lapangan selama lima menit. Para pemain seperti menyesal karena tidak bisa membawa kemenangan untuk tim 'Singo Edan'.
Ketika Aremania hendak berbicara dengan pemain, petugas keamanan steward langsung melakukan pengamanan. Tidak ada perlawanan dari Aremania yang diminta untuk kembali ke tribun. Namun hal ini disalahpahami oleh Aremania di tribun lain sehingga ikut turun.
Hal yang sangat disayangkan adalah ketika aparat kepolisian hanya terdiam. Lebih tepatnya ketika dua Aremania tersebut hendak mendatangi para pemain Arema FC. Padahal aparat bisa melakukan pengamanan dengan membuat tameng dan sebagainya.
Ketika situasi memanas, aparat juga terlihat berlarian dan mundur ke bench pemain. Lalu saat banyak Aremania turun ke lapangan, gas air mata pun ditembak ke sejumlah area tribun penonton secara bertahap.
Yogi sendiri sangat menyesalkan langkah penambakan yang dilakukan aparat. "Gas air mata ditembak ke tribun di saat tribun masih banyak orang padahal gas air mata bisa buat teman penonton panik sehingga terjadi penumpukan," ungkapnya.
Sementara itu, Aremania asal Kota Batu, Dadang menilai tindakan yang dilakukan aparat sangat berlebihan. Padahal banyak suporter yang paham dan cerdas dalam menyikapi hal tersebut. Petugas cukup mengingatkan tanpa perlu melakukan kekerasan terhadap Aremania.
Dadang juga sangat menyayangkan kondisi Stadion Kanjuruhan yang terlihat tidak berbenah diri. Seperti diketahui, pertandingan Arema FC melawan Persib Bandung pada 2018 lalu telah menyebabkan satu Aremania meninggal. Pengalaman ini seharusnya mendorong pengelola untuk membuat jalur evakuasi saat peristiwa tidak diinginkan terjadi.
"Itu kenapa tidak ada? Kenapa pintu tertutup? Apa sudah ada rencana untuk pembunuhan massal?" ungkap Dadang.
Di samping itu, dia juga memberikan kritik terhadap PSSI dan PT Liga Indonesia Baru (LIB). Berdasarkan bukti yang ada, Panpel Arema FC sebenarnya sudah melayangkan surat permohonan perubahan jadwal pertandingan. Namun PT LIB tetap melaksanakan laga Arema FC dan Persebaya Surabaya pada malam hari meksipun itu termasuk jam rawan.
Selanjutnya, Dadang mengingatkan Polda Jatim untuk memberikan fakta sebenarnya. Polda tidak boleh asal menerima laporan dari bawahan karena banyak hal yang tidak sesuai.
"Dan ingat polisi bawahan tidak akan bertindak tanpa perintah komandan. Mereka hanya anak buah. Mereka tidak akan berbuat seperti itu kalau tidak ada perintah komandannya," kata dia menegaskan.
Seperti diketahui, ada banyak laporan korban dengan jumlah yang berbeda-beda. Namun kepolisian mengungkapkan ada 125 orang yang meninggal dunia akibat tragedi Kanjuruhan. Jumlah ini diambil dari korban-korban yang tercatat di rumah sakit wilayah Malang Raya.
Sementara itu, ada banyak korban meninggal dunia yang langsung dibawa keluarganya ke rumah masing-masing. Sebab itu, Aremania menilai jumlah kematian diprediksi lebih banyak dari angka yang telah ditetapkan pemerintah.