REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kantor berita internasional, Reuters mencatat kerumunan dan suporter yang penuh kekerasan sudah lama menjadi khas sepak bola Indonesia. Hal ini diperkuat tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang yang menewaskan ratusan orang.
Sepak bola, kata Reuters, merupakan olahraga paling digemari di Indonesia. Ribuan orang datang berbondong-bondong untuk menyaksikan persaingan sengit liga 18 klub.
Namun olahraga itu telah dirusak hooligan fanatik, terlalu banyak campur tangan dan salah kelola. Negara dengan 275 juta penduduk itu tidak pernah berhasil memanfaatkan potensinya.
Selalu gagal lolos ke Piala Dunia dan hanya pernah tampil satu kali saat masih menjadi jajahan Belanda sebagai Dutch East Indies pada tahun 1938. Liga sepakbola terjerat masalah di dalam dan di luar lapangan.
Suatu ketika terdapat dua liga yang bersaing dan saling mengklaim sebagai liga tertinggi Indonesia. FIFA pernah menghukum Indonesia pada tahun 2015 karena campur tangan pemerintah.
Indonesia akhirnya diizinkan kembali tampil di panggung internasional pada tahun berikut usai melakukan sejumlah reformasi. Indonesia akan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 yang ditunda selama dua tahun karena pandemi Covid-19.
Terakhir kali Indonesia menjadi tuan rumah kompetisi sepakbola internasional adalah Asian Cup tahun 2007. Indonesia juga ingin menjadi tuan rumah kompetisi itu pada 2023 usai China mundur awal tahun ini.
Indonesia bersaing dengan Qatar dan Korea Selatan dalam lelang tuan rumah Asian Cup itu. Keputusannya akan diumumkan komite eksekutif Federasi Sepak Bola Asia pada 17 Oktober mendatang.
Kekerasan dalam pertandingan olahraga masih terus berlanjut. Persaingan antara suporter kerap berakhir dengan kematian.
Jaringan media Australian Broadcasting Corp mencatat dari tahun 1994 sampai 2019 sekitar 74 suporter sepakbola di Indonesia tewas karena kekerasan. Suporter Persib Bandung dihukum tahun 2018 karena kematian suporter Persija Jakarta.