REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Setiap akhir September, memori kolektif bangsa Indonesia ditarik pada peristiwa Gerakan 30 September. Gerakan itu diyakini sebagian besar rakyat Indonesia pada masa itu, didalangi Partai Komunis Indonesia (PKI).
“Sehingga, Orde Baru menambahkan PKI di akhir kalimat Gerakan 30 September PKI atau G 30 S/PKI,” tutur guru besar ilmu sejarah Universitas Diponegoro (Undip), Singgih Tri Sulistyono.
Peristiwa itu, menurutnya merupakan gejala dari perebutan pengaruh negara adidaya, antara Blok Barat yang kapitalis dan Blok Timur yang sosialis-komunis.
Perang Dingin tersebut ditandai dengan penanaman pengaruh di bekas-bekas negara jajahan. Dua blok tersebut membuat proksi, untuk menanamkan ideologi mereka.
Kemudian disusul menancapkan pengaruh politik dan ekonomi, “Sebagai politik global, fenomena G 30 S/PKI ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga negara yang baru merdeka lainnya seperti Vietnam, Korea, Malaysia, Filipina, hingga negara-negara Amerika Latin lainnya,” kata Singgih yang juga Ketua Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Islam Indoneia tersebut.
Singgih memaparkan, sebagai ideologi global, sosialisme-komunisme telah masuk Indonesia pada awal abad ke-20.
“Bahkan mereka mengadakan pemberontakan bersenjata kepada pemerintah Hindia Belanda pada 1926, karena dianggap sebagai imperialis, kolonial, dan kapitalis yang merupakan musuh bebuyutan sosialisme,” tuturnya.
Namun pemberontakan itu, dipadamkan dengan keras oleh pemerintah Hindia Belanda.
Lalu pada 1948, PKI memberontak lagi. Menurut Singgih, hal itu karena ketidakpuasan para pemimpin PKI, karena pemerintah Indonesia terlalu kompromi terhadap Belanda.
“Mereka ingin merdeka seutuhnya tanpa perundingan. Selain itu mereka tidak puas, karena menganggap pemerintah Indonesia masih terdapat unsur-unsur kapitalis dan feodalisme masih ada,” ujar Singgih.
Namun, ketidakpuasan PKI terhadap pemerintah pada 1948, tidak masuk nalar dan pemikiran bangsa Indonesia.
“Pemerintah dan rakyat Indonesia saat itu, merasa dikhianati PKI. Bagaimana mungkin, saat semua elemen bangsa melawan penjajahan Belanda, tiba-tiba ada yang menusuk dari belakang. PKI berkhianat,” ujar Singgih.