REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan kuasa hukum Gubernur Papua Lukas Enembe agar tidak membangun opini di ruang publik. Lembaga antirasuah ini pun tak menutup kemungkinan untuk menjatuhi hukuman kepada kuasa hukum Lukas karena dinilai telah menghalang-halangi proses penyidikan yang menyeret nama kliennya.
"KPK pun tidak segan untuk mengenakan pasal pasal 221 KUHP ataupun pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 kepada para pihak yang diduga menghalang-halangi suatu proses hukum (Obstruction of Justice)," kata Juru Bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (27/9/2022).
Ali berharap, kuasa hukum Lukas dapat turut mendukung proses penyidikan. Ia meminta agar penasehat hukum orang nomor satu di Papua itu dapat menyampaikan informasi yang dimiliki, langsung di hadapan penyidik, bukan di ruang publik.
"KPK berharap peran kuasa hukum seharusnya bisa menjadi perantara yang baik agar proses penanganan perkara berjalan efektif dan efisien," jelas Ali. "Bukan justru menyampaikan pernyataan yang tidak didukung fakta sehingga bisa masuk dalam kriteria menghambat atau merintangi proses penyidikan yang KPK tengah lakukan."
Ali mengungkapkan, dalam beberapa kasus sebelumnya yang ditangani KPK, tak jarang para tersangka mencoba menghindari proses pemeriksaan. Salah satunya dengan alasan sakit.
"Masyarakat tentu masih ingat, berbagai modus para pihak yang berperkara di KPK, yang berupaya menghindari pemeriksaan KPK dengan dalih kondisi kesehatan, yang justru difasilitasi oleh kuasa hukum ataupun tim medisnya," ungkap Ali.
KPK telah mengirimkan surat panggilan pemeriksaan kedua bagi Gubernur Papua, Lukas Enembe. Dia semestinya diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pada Senin (26/9/2022) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Namun, Lukas tidak hadir karena alasan masih sakit.
Adapun sebelumnya KPK juga sudah memanggil Lukas untuk diperiksa pada tanggal 12 September 2022 lalu. Namun, saat itu Lukas mengonfirmasi tidak dapat hadir.
Kuasa hukum Lukus Enembe, Stefanus Roy Rening mengungkapkan bahwa kliennya hingga kini masih sakit. Bahkan ia menyebut, Lukas juga menderita beberapa penyakit.
"Pak Lukas itu ada gejala ginjal, sakit ginjal, ada sakit jantung. Bocor jantung ya, dia itu jantungnya bocor dari kecil dan dia ada diabetes, tekanan darah tinggi. Sehingga dokter selalu mengatakan, dia tidak boleh dalm underpressure. Kalau dia dalam underpressure berarti dia tekanan darahnya naik," ungkap Stefanus di Kantor Perwakilan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua di Jakarta Selatan, Senin (26/9/2022).
Stefanus pun khawatir kondisi kesehatan Lukas akan semakin menurun karena tidak dapat berobat ke Singapura. Apalagi, jelas dia, Lukas juga memiliki riwayat mengalami strok sebanyak empat kali.
"Kita takutnya jangan karena dia punya riwayat 4 kali strok, tekanan yang terlalu berat bisa membuat dia akan stroke kelima kali. Tujuan kita jadi nggak tercapai, dia tidak bisa diperiksa," jelas dia.
"Kan tujuan kita mau diperiksa, kalau mau diperiksa kan orang harus sehat. Kalau orang tidak sehat, bagaimana mau diperiksa?" imbuhnya.