REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menilai sejumlah ketentuan dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada masih terdapat celah multitafsir. Padahal, setahun lagi mas akampanye Pemilu 2024 bakal dimulai.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menilai celah multitafsir ini akan menyulitkan proses penindakan pelanggaran. "Undang-undang Pemilu dan Undang-undang Pilkada masih banyak membuka ruang tafsir dan bersifat ambigu, termasuk dalam penegakan tindak pidana pemilu dalam Sentra Gakkumdu," kata Bagja saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Sentra Gakkumdu di Jakarta, Senin (19/9/2022) malam.
Sebagai informasi, Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Pemilu 2024 terdiri atas Bawaslu, Kejaksaan, dan Polri. Fungsinya untuk memproses kasus-kasus tindak pidana pemilu.
Bagja mengatakan, contoh multitafsir itu adalah pernyataan Ketua KPU Hasyim Asy'ari beberapa waktu lalu yang memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di kampus. Bagi Bagja, berkampanye di tempat pendidikan jelas dilarang.
Perbedaan tafsir ini terjadi atas Pasal 280 ayat 1 huruf H Undang-undang Pemilu. Dalam poin H dinyatakan, "Pelaksana, peserta, dan tim Kampanye Pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan".
Menurut Bagja, perbedaan tafsir terjadi kata penyambung dalam pasal tersebut menggunakan frasa 'dan', bukan 'dan/atau'. Frasa 'dan' berarti larangannya komulatif. Sedangkan frasa 'dan/atau' berarti larangannya bersifat komulatif alternatif. "Perbedaan tafsir ini persoalan tersendiri dalam Sentra Gakkumdu," kata Bagja.
Menurut Bagja, perbedaan tafsir ini akan jadi tantangan tersendiri bagi Sentra Gakkumdu saat menindak pelanggaran pemilu. Apalagi, porses penindakan pelanggaran pemilu durasinya lebih singkat dibanding pelanggaran pidana.
Karena itu, ia berharap, dalam beberapa bulan ke depan, Sentra Gakkumdu bisa memiliki persamaan pemahaman dan membuat tafsiran seragam atas berbagai pasal multitafsir. "Harus ditemukan formulasi yang tepat untuk membuat tafsiran seragam, mulai dari tingkat pusat sampai kabupaten/kota," ujarnya.