REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Aparat kepolisian menangkap sembilan orang tersangka yang diduga terlibat dalam aksi perobohan rumah di Desa Cipicung, Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut. Perobohan bangunan itu terjadi lantaran pemilik rumah yang berinisal U memiliki utang kepada seorang renterir.
Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Garut, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Wirdhanto Hadicaksono, mengatakan, perobohan rumah itu bermula ketika korban menerima jasa pinjaman uang sebesar Rp 1,3 juta dari seorang berinisial AM pada 2020. Korban lalu berusaha melakukan pelunasan dengan cara mencicil. Namun, korban dikabarkan pergi ke Bandung untuk mencari pekerjaan pada Januari 2022.
"Selebihnya, sampai September tidak bisa membayar," kata dia saat konferensi pers di Markas Kepolisian Resor (Polres) Garut, Selasa (20/9/2022).
Namun, korban menerima kabar bahwa rumahnya di Banyuresmi telah dirobohkan oleh pihak pemberi jasa pinjaman pada 10 September 2022. Lantaran merasa dirugikan, korban akhirnya melaporkan kasus itu ke Kepolisian Sektor (Polsek) Banyuresmi.
Wirdhanto mengatakan, polisi yang menerima laporan langsung melakukan penyelidikan dan penyidikan. Setelah itu, polisi menetapkan sembilan orang tersangka dalam kasus perobohan rumah itu.
"Kami tangkap sembilan orang tersangka, yaitu AM sebagai pemberi jasa pinjaman, NN, EN, AC, AK, BI, US, dan MA, selaku pelaku pengrusakan. Satu lagi, tersangka E, kakak kandung korban, ditetapkan tersangka penggelapan tanah," kata Kapolres.
Menurut Wirdhanto, rumah milik korban itu sudah dijual oleh tersangka E kepada AM sebelum dirobohkan. Penjualan itu dilakukan untuk membayarkan sisa utang sebesar Rp 15 juta yang dimiliki korban. Utang itu terus membengkak lantararan bunga sebesar 35 persen per bulan yang diberikan penyedia jasa pinjaman.
Namun, proses jual beli itu dilakukan secara sepihak tanpa sepengetahuan korban. Padahal, rumah itu diketahui atas nama korban U. "Di situ letak permasalahan utama, sehingga AM memiliki hak untuk merobohkan bangunan," kata dia.
Wirdhanto mengatakan, saat ini polisi masih fokus menangani kasus perobohan dan penggelapan tanah yang dilakukan. Sementara terkait jasa pinjaman yang dilakukan tersangka masih dikembangkan.
Atas perbuatannya, sebanyak delapan orang tersangka yang melakukan aksi perobohan rumah dikenakan Pasal 170 KUHP juncto Pasal 55 dan 56 juncto Pasal 406 KUHP. Delapan tersangka itu terancam hukuman penjara selama lima tahun.
Sementara tersangka E, yang diduga melakukan penggelapan tanah, dikenakan Pasal 385 KUHP. Tersangka terancam hukuman penjara sekitar empat tahun.
Ihwal perbaikan rumah, Wirdhanto mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut untuk kembali membangun rumah korban. Polres Garut juga mempekerjakan korban sebagai tenaga harian lepas, lantaran korban dinilai butuh pekerjaan.