Selasa 20 Sep 2022 05:51 WIB

Ancaman Resesi Global dan Cara Indonesia Menghadapinya

Bank Dunia baru saja mengeluarkan laporan, ‘Apakah Resesi Global Sudah Dekat?’

 Seorang pria Indonesia berjalan melewati monitor perdagangan di Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Indonesia. Menurut laporan Bank Dunia pada bulan ini, dunia harus bersiap menghadapi ancaman resesi global pada 2023. (ilustrasi)
Foto: EPA-EFE/Bagus Indahono
Seorang pria Indonesia berjalan melewati monitor perdagangan di Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Indonesia. Menurut laporan Bank Dunia pada bulan ini, dunia harus bersiap menghadapi ancaman resesi global pada 2023. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Novita Intan, Lida Puspaningtyas

Bank Dunia memproyeksikan resesi masih akan mengancam pertumbuhan ekonomi global pada tahun depan. Adapun sejumlah faktor menjadi penyebab memburuknya perekonomian global, seperti pandemi Covid-19, perang Rusia-Ukraina, krisis pangan dan energi, lonjakan inflasi, dan kenaikan suku bunga.

Baca Juga

Dalam laporan berjudul ‘Apakah Resesi Global Sudah Dekat?’ yang dikeluarkan pada September 2022, Bank Dunia membuat tiga proyeksi ekonomi mulai dari skenario dasar, penurunan tajam, hingga resesi pada tahun ini, 2023, hingga 2024. 

"Efek makro ekonomi dari kondisi keuangan global yang memburuk secara tajam, serta melemahnya kepercayaan konsumen, akan menambah hambatan dari pengetatan kebijakan secara global," tulis laporan tersebut dikutip Jumat (16/9/2022).

Pengetatan moneter yang terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa berimbas pada ekonomi di negara-negara tersebut. Bank Dunia memprediksi perekonomian pada kelompok negara maju minus 0,6 persen dalam skenario terburuk pada 2023. 

 

Bagi negara berkembang, Bank Dunia melihat pertumbuhan ekonomi masih cukup kuat. Dalam skenario terburuk, pertumbuhan ekonomi di negara berkembang masih positif 1,8 persen pada 2023.

Di Indonesia, pemerintah mengungkapkan kontribusi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sebagai shock absorber melalui kebijakan subsidi dan kompensasi energi turut menjaga pemulihan ekonomi secara keseluruhan agar tetap berkesinambungan. Hal itu ditandai dengan ekspor Indonesia pada Agustus 2022 sebesar 27,91 miliar dolar AS atau tumbuh kuat sebesar 30,15 persen (yoy) dan 9,17 persen (mtm). 

 

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan ekspor tercatat sebagai ekspor tertinggi sepanjang masa. Secara kumulatif, nilai ekspor dan neraca perdagangan Januari – Agustus 2022 masing-masing tercatat sebesar 194,6 miliar dolar AS dan 34,9 miliar dolar AS, keduanya merupakan rekor tertinggi dalam sejarah ekonomi Indonesia.

“Tingginya nilai ekspor ini tentunya akan semakin memperkuat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ditambah dengan konsumsi masyarakat yang diharapkan akan terus menguat seiring semakin terkendalinya pandemi yang bahkan telah dideklarasikan hampir selesai oleh WHO, serta pengeluaran pemerintah yang juga meningkat di tengah penyaluran berbagai program seperti bantuan sosial, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2022 diperkirakan sesuai atau bahkan melebihi target pemerintah,” ujarnya seperti dilansir dari laman Kementerian Keuangan, Senin (19/9/2022).

Menurutnya peningkatan ekspor Indonesia pada Agustus 2022 didorong oleh ekspor migas tumbuh 64,46 persen (yoy) dan ekspor non migas mencapai 28,39 persen (yoy). Dari sisi sektoral, sektor pertambangan mencatatkan pertumbuhan tertinggi sebesar 63,17 persen (yoy), disusul pertanian tumbuh 31,17 persen (yoy) dan manufaktur tumbuh 20,61 persen (yoy).

“Capaian ini mencerminkan bahwa Indonesia masih menikmati keuntungan dari adanya kenaikan harga komoditas. Selain itu, pertumbuhan manufaktur juga mengindikasikan bahwa aktivitas ekonomi Indonesia yang bernilai tambah tinggi semakin meningkat. Ke depan, meskipun di tengah risiko seperti perlambatan ekonomi Tiongkok, ekspor diperkirakan melanjutkan kinerja yang baik dari bulan sebelumnya,” ucapnya.

Ke depan, lanjut Febrio, ekspor diperkirakan melanjutkan kinerja yang baik dari bulan sebelumnya. Pemerintah akan terus mewaspadai dan memitigasi dampak risiko global terhadap kinerja ekspor secara menyeluruh, misalnya memonitor perkembangan kebijakan perdagangan internasional terkait komoditas strategis Indonesia.

 

“APBN akan terus digunakan agar dapat menopang kinerja ekspor dalam konteks memperkuat pemulihan ekonomi pasca pandemi, salah satu kebijakan yang diharapkan dapat mendorong adalah kebijakan penerimaan negara yang diarahkan mengurangi beban eksportir produk sawit dan turunannya,” ucapnya.

 

photo
Berjuang melawan resesi - (republika)

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement