Selasa 20 Sep 2022 00:20 WIB

Wasiat Terakhir Azyumardi Azra

Azyumardi Azra pengusung ide Islam yang terbuka sebagai modal kebangkitan Islam.

Cendekiawan Muslim Indonesia, Prof Azyumardi Azra.
Foto: Dok Muhammadiyah
Cendekiawan Muslim Indonesia, Prof Azyumardi Azra.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia kehilangan cendikiawan Muslim terkemuka Prof Azyumardi Azra pada Ahad (18/9/2022). Ketokohan guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta itu mengikuti jejak seniornya Prof Nurcholis Madjid yang juga dari kampus yang sama. Berikutnya ada pula Prof Komarudin Hidayat, juniornya yang ketokohannya juga tak kalah.

"Ketiganya punya kemiripan. Sama-sama besar di UIN Jakarta serta lahir dari organisasi kemahasiswaan yang sama: Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) serta pernah berkarir sebagai rektor," kata peneliti BRIN Dr Destika Cahyana SP MSc, Senin (19/9/2022)

Nurcholis Madjid menjadi Rektor Universitas Paramadina, Azyumardi Azra dan Komaruddin Hidayat pernah menjabat Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Bahkan, kini Komarudin Hidayat menjadi rektor Universitas Islam Internasional Indonesia.

Ketiganya juga, kata Destika, pengusung ide Islam yang terbuka sebagai modal untuk kebangkitan Islam dan hidup berdampingan dengan masyarakat dunia yang majemuk. Ketiganya, ibarat lentera bangsa tertinggi dari bagian selatan Jakarta karena selain menjadi tokoh Muslim di masyarakat juga tokoh Muslim terkemuka di lembaga formal universitas.

"Ide-ide ketiganya menguasai wacana di kancah nasional melalui media massa nasional maupun buku-buku keislaman modern. Ketiganya memang piawai menulis dengan gaya bahasanya masing-masing yang khas," ujar dia.

Mereka juga menjadi narasumber di berbagai panggung. Para junior di HMI dari barat sampai timur kerap menjuluki ketiganya sebagai peletak "Mazhab Ciputat".

Nama ketiganya menjadi yang teratas pada buku berjudul "Dekonstruksi Islam Mazhab Ciputat" yang ditulis penulis lainnya, seperti Fachry Ali, Kautsar Azhari Noer, Budhi Munawar Rahman, Sayful Muzani, Hendro Prasetyo, Ihsan Ali Fauzidan Ahmad Sahal.

Buku tersebut diberi kata pengantar oleh M. Dawam Raharjo dengan editor Edy A. Effendy. Buku itu menjadi sangat populer bagi para aktivis pergerakan Islam di akhir 1999-an dan awal 2000-an.

Ide ketiga tokoh itu, kata Destika, selain menguasai kancah nasional juga seringkali memantik kontroversi. Sehingga, menarik perhatian banyak pihak yang pro dan kontra.

"Tak jarang saking kontroversi ketiganya, mereka yang tak pernah belajar Islam atau berkuliah di pendidikan umum berani menghujat ketiganya yang jelas-jelas menempuh jalur pendidikan Islam sejak kecil," kata Destika.

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement