REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – SKI (Sekretariat Kolaborasi Indonesia), organisasi masyarakat pendukung Anies Baswedan, memandang bahwa munculnya wacana pencalonan Jokowi sebagai Cawapres 2024 tak bisa dilepaskan dari kekhawatiran adanya ‘diskontinuitas’ (ketidakberlanjutan) program pemerintah apabila terjadi pergantian Presiden.
Menurut dia, kekhawatiran semacam itu muncul karena masih kuatnya pemahaman bahwa Pilpres merupakan “ritual” memilih figur pemimpin semata.
“Pemilu dan Pilpres sesungguhnya bukan saja tentang memilih figur melainkan juga memilih gagasan,” kata Sekjen SKI Raharja Waluya Jati, Jumat (16/9/2022).
Bahkan, kata dia, dilihat dari derajat urgensinya, pemilihan gagasan memiliki posisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemilihan figur. Karena itu, munculnya program-program baru dari Presiden baru merupakan sebuah keniscayaan.
Menurut Jati, bisa saja gagasan baru dari Presiden terpilih nanti melahirkan program-program baru yang sifatnya hanya menyempurnakan program-program yang sudah ada.
Namun, gagasan-gagasan segar dari pemimpin baru bisa juga menghasilkan program-program yang sama sekali baru, yang sekaligus menjadi koreksi atas pikiran lama.
“Pemilu pada dasarnya adalah pintu bagi aspirasi rakyat. Sangat mungkin, pembangunan yang sedang berjalan tidak sepenuhnya sesuai dengan harapan rakyat. Oleh karena itu, pemilu dapat pula menjadi wahana bagi perbaikan dan perubahan atas apa yang telah berjalan,” lanjutnya.
Meski demikian, kata Jati, Pemilu dan Pilpres tidak hanya memiliki dimensi perbaikan dan perubahan, tetapi juga ‘kontinuitas’ atau keberlanjutan. Setiap pemimpin yang terpilih tentu wajib menjaga keberlanjutan perjalanan bangsa agar sesuai dengan arah yang ditetapkan oleh konstitusi.
Dalam upaya mencapai cita-cita mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur itu, berbagai capaian positif dari para pemimpin terdahulu musti diapresiasi secara obyektif.
“Gerak pembangunan tidak lain adalah gerak kehidupan berbangsa dan bernegara dan bukan suatu gerak terputus (diskontinu). Oleh sebab itu, disamping memuat dimensi perubahan dan perbaikan, Pemilu dan Pilpres sesungguhnya memuat pula keberlanjutan. Jadi, tak ada yang perlu dikhawatirkan berlebihan,” ujar dia.
Perdebatan tentang apakah Jokowi bisa mencalonkan diri menjadi Wakil Presiden 2024 mendatang, mengemuka di tengah masyarakat.
Penyulutnya adalah pernyataan juru bicara (jubir) Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono, bahwa secara normatif Jokowi yang telah menjabat Presiden dua periode diperbolehkan maju menjadi calon Wakil Presiden untuk periode berikutnya.
Pernyataan ‘kontroversial’ itu sontak saja mendapat tanggapan luas dari elit parpol dan ahli hukum. Ada yang pro dengan ide Jokowi “nyawapres”, banyak pula yang kontra.
MK pada Kamis (15/9/20222), telah mengklarifikasi pernyataan Fajar dengan menyebutkan bahwa pernyataan itu bukanlah pernyataan resmi. Lembaga tersebut juga menegaskan bahwa isu yang dipersoalkan tidak berada dalam kewenangan mereka.