REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengapresiasi keberanian anak-anak korban kekerasan seksual di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang melaporkan pelaku ke kepolisian setempat bersama Sinode dan Pendeta Gereja. Tindakan bejat itu dilakukan oleh calon pendeta berinisial SAS (35 tahun).
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar menyatakan kekerasan seksual merupakan fenomena ‘puncak gunung es’, yang tidak menampilkan apa yang terjadi di bawah permukaan air, dimana banyak kasus tidak terungkap.
"Keberanian korban dan saksi menjadi penting untuk menuntaskan kasus kekerasan seksual yang terjadi. Sehingga pelaku mendapatkan hukuman sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Nahar dalam keterangan pers, Kamis (15/9/2022).
Nahar mengungkapkan awalnya terdapat sembilan orang korban yang melapor ke Kepolisian Resor (Polres) Kabupaten Alor. Namun, setelah dilakukan penelusuran, terdapat seorang korban lainnya yang diduga mengalami persetubuhan. Lalu dua orang diduga mengalami pencabulan atau percobaan kekerasan seksual.
"Kami mengajak masyarakat yang mengalami, mengetahui, melihat, dan/atau menyaksikan kasus kekerasan untuk berani melapor," ujar Nahar.
Saat ini pelaku ditetapkan sebagai tersangka dan telah ditahan di Polres Kabupaten Alor. Kasus ini masih dalam proses penyidikan untuk melengkapi berkas perkara. Setelah lengkap, berkas akan diteliti kelengkapan persyaratannya oleh Jaksa Peneliti pada Kejaksaan Negeri Alor, sebelum dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Kalabahi untuk disidangkan.
"Pelaku diduga melakukan tipu muslihat dan rangkaian kebohongan terhadap para korban sebelum melakukan persetubuhan tersebut. Selain itu, ada dugaan pelaku memvideokan kejadian tersebut," tutur Nahar.
Nahar mendapati kasus kekerasan seksual di Kabupaten Alor terjadi sejak akhir Mei 2021 hingga akhir Maret 2022. Aksi tejadi di kompleks rumah ibadat di Kabupaten Alor. Saat itu pelaku tengah bertugas memberikan peribadatan sekolah minggu.
“Korban adalah anak-anak yang mengikuti sekolah minggu di rumah ibadat tersebut. Diduga pelaku mengajak para korban untuk datang, kemudian melakukan persetubuhan secara bergantian dan berulang kali pada waktu dan tempat yang berbeda,” kata Nahar.
Setelah selesai menjalankan tugas sebagai calon pendeta di Kabupaten Alor, pelaku pindah ke Kupang. Pihak Sinode pun memberitahu Pendeta Gereja terkait kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku.
"Pendeta Gereja mencari tahu kebenaran informasi dugaan kekerasan seksual tersebut kepada para korban kemudian melapor ke Polres Kabupaten Alor tanggal 1 September 2022,” ujar Nahar.
Nahar menegaskan, KemenPPPA berkomitmen untuk terus melakukan pemantauan dan koordinasi penyediaan layanan dukungan psikososial kasus kekerasan seksual di Alor. "Kami juga intens melakukan koordinasi terkait pencegahan penyebaran konten pornografi dengan Kementerian/Lembaga lainnya," ungkap Nahar.