Sabtu 10 Sep 2022 00:30 WIB

Kemendikbudristek: Hidupkan Kebaya Lebih Penting daripada Masuk UNESCO

Diharapkan ekosistem kebaya bisa kembali dihidupkan dari hulu hingga hilir

Sejumlah perempuan dari berbagai komunitas dan instansi mengenakan pakaian kebaya saat mengikuti Parade Berkebaya Nusantara Goes to UNESCO di Medan, Sumatera Utara, Ahad (28/8/2022). Kegiatan yang diikuti sekitar 15 ribu perempuan tersebut dalam rangka kampanye untuk mendorong diakuinya kebaya sebagai warisan budaya oleh UNESCO.
Foto: ANTARA/Fransisco Carolio
Sejumlah perempuan dari berbagai komunitas dan instansi mengenakan pakaian kebaya saat mengikuti Parade Berkebaya Nusantara Goes to UNESCO di Medan, Sumatera Utara, Ahad (28/8/2022). Kegiatan yang diikuti sekitar 15 ribu perempuan tersebut dalam rangka kampanye untuk mendorong diakuinya kebaya sebagai warisan budaya oleh UNESCO.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemenbudristek) Republik Indonesia mengatakan bahwa menghidupkan kembali ekosistem kebaya lebih penting daripada menggebu-gebu mendaftarkannya sebagai warisan budaya tak benda di UNESCO.

"Yang jauh lebih penting adalah bagaimana kita pemerintah, masyarakat, komunitas dan anak muda menghidupkan kembali warisan budaya tak benda itu," ujar Anton Wibisono selaku Pamong Budaya Ahli Muda dari Direktorat Pelindungan Kebudayaan Kemenbudristek di Jakarta, Jumat (9/9/2022).

"Jadi akan sangat percuma jika kita misalkan menggebu-gebu mendaftarkan suatu warisan budaya tak benda ke UNESCO tapi kita sendiri tidak peduli setelahnya," lanjutnya.

Anton mengatakan pengusulan kebaya masuk dalam daftar warisan tak benda UNESCO hanya sebuah awalan. Langkah selanjutnya adalah membuat masyarakat untuk kembali mengenali dan mencintai kebaya sehingga busana ini menjadi bagian dari keseharian masyarakat.

"Harapan akhirnya adalah kita menghidupkan kembali ekosistem kebaya ini mulai dari hulu dan hilir sehingga pengrajin-pengrajin kebaya itu juga bisa sejahtera," katanya.

Saat ini pemerintah bersama dengan komunitas kebaya di berbagai daerah sedang menyusun naskah nominasi untuk memasukkan kebaya sebagai warisan tak benda.

Menurut Anton, hal ini tidak bisa dilakukan secara terburu-buru. Pemerintah sendiri memerlukan usulan dari masyarakat, kebaya apa yang akan dimasukkan ke dalam naskah nominasi lantaran terdapat beragam jenis dan bentuk.

"Apakah semua itu atau mengarah pada satu jenis kebaya. Kalau kebaya itu umum, tentu waktu yang diperlukan untuk menyusun naskah nominasi akan jauh lebih lama dibandingkan dengan kebaya yang spesifik," ujar Anton.

Sementara itu, terdapat penolakan dan kritik dari berbagai pihak terkait wacana mengajukan kebaya secara bersama-sama atau multination dengan negara lain seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Usalan pengajuan bersama ini lantaran kebaya juga menjadi pakaian khas di ketiga negara tersebut.

Oleh sebab itu, pihak Kemenbudristek juga menggandeng Kementerian Luar Negeri untuk berdiskusi tentang kebaya apa yang baiknya diusulkan oleh Indonesia. "Kami juga akan menggandeng kementerian luar negeri untuk menanyakan juga kepada Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam kebaya apa yang akan diusulkan. Karena Indonesia banyak sekali kebaya dan beragam bentuknya," katanya.

Usulan-usulan dari lembaga pemerintah, komunitas dan masyarakat nantinya akan menjadi pertimbangan untuk menominasikan kebaya secara bersama-sama atau sendiri (single nation).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement