Kamis 08 Sep 2022 17:56 WIB

Ombudsman ke Kemenaker: Kenaikan Upah Lebih Fundamental Ketimbang BSU

Kenaikan upah adalah instrumen penting dalam menjaga daya beli masyarakat.

Rep: Febryan A / Red: Ratna Puspita
Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng
Foto: Republika/Mimi Kartika
Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman RI menilai program Bantuan Subsidi Upah (BSU) hanya bisa membantu masyarakat menghadapi kenaikan harga BBM dalam jangka pendek. Untuk jangka panjang, kebijakan pengupahan dinilai lebih punya pengaruh signifikan dalam menjaga daya beli pekerja.

"BSU ini jangka pendek, tapi jangka panjang yang lebih penting adalah terkait upah," kata Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng dalam diskusi daring, Kamis (8/9/2022).

Baca Juga

Dia berharap pemerintah menjadikan daya beli masyarakat, yang kini mulai terdampak kenaikan harga BBM, sebagai salah satu unsur pertimbangan penetapan upah minimum tahun 2023. Kenaikan upah adalah instrumen penting dalam menjaga daya beli masyarakat pada tahun depan.

"Besaran upah sifatnya lebih fundamental ketimbang sekadar bansos, termasuk BSU," ujarnya. Sebagai informasi, BSU senilai Rp 600 ribu per orang diperuntukkan bagi 16 juta pekerja. 

 

Sekretaris Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Surya Lukita Warman mengatakan, penetapan besaran upah minimum tahun 2023 akan tetap mengacu pada formula lama sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2021. Angka inflasi dan rata-rata konsumsi keluarga pekerja turut jadi variabel penentu dalam formula tersebut.

"Kalau rata-rata konsumsi dan inflasi naik, maka dengan sendirinya upah minimum juga naik," kata Surya dalam kesempatan sama.

Surya menuturkan, besaran upah minimum, baik itu provinsi maupun kabupaten/kota, tahun 2023 akan ditetapkan pada November 2022. Sebelum penetapan besaran upah, pihaknya akan menghitung rata-rata konsumsi keluarga pekerja dan angka inflasi yang sudah dipastikan naik.

Sementara itu, Partai Buruh mengkritik keras rencana pemerintah menetapkan upah minimum tahun 2023 menggunakan formula PP 36/2021, yang merupakan regulasi turunan UU Cipta Kerja. Sebab, penggunaan formula tersebut sudah terbukti membuat upah minimum tahun 2022 hanya naik tipis dibanding tahun 2021.

Jika sekarang pemerintah kembali menggunakan formula sama, bisa dipastikan bahwa upah minimum tahun 2023 kembali naik tipis. "Dengan kata lain, diduga tahun depan upah buruh tidak akan naik lagi," kata Presiden Partai Buruh Said Iqbal, pekan lalu.

Menurut Said, upah minimum tahun 2023 seharusnya naik sebesar 10 sampai 13 persen. Sebab, kenaikan harga BBM diperkirakan memukul daya beli kelas pekerja hingga 50 persen. Di sisi lain, inflasi yang sebelumnya di angka 4,9 persen dipastikan bertambah seiring naiknya harga BBM.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement