Hal itu, ujar Ni Made Diah, disebabkan sejumlah faktor asupan gizi, kualitas dan keanekaragaman pangan yang belum memadai hampir di seluruh Indonesia.
Selain itu, tambah dia, di tingkat masyarakat juga terjadi ancaman obesitas karena pola makan tidak diimbangi aktivitas fisik yang memadai lewat perubahan gaya hidup.
Konsumsi yang tidak memenuhi gizi seimbang, ujar NI Made Diah, juga menciptakan risiko mudah terkena penyakit sehingga sangat diperlukan ketersediaan pangan yang cukup.
Kondisi pascapandemi yang berdampak pada perekonomian keluarga, jelasnya, sangat mempengaruhi upaya pemenuhan gizi berimbang.
Saat ini, jelas dia, Kementerian Kesehatan sedang mengupayakan transformasi kesehatan lewat transformasi layanan kesehatan primer, edukasi dan skrining kesehatan.
Intervensi gizi seimbang, tambahnya, harus dilakukan sejak Ibu hamil untuk menghindari ancaman anemia yang bisa berdampak pada pertumbuhan bayi.
Deputi Bid Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan BKKBN, Muhammad Rizal Damanik berpendapat kecukupan gizi merupakan salah satu isu kesehatan yang dihadapi Indonesia.
Baca juga: Brigader J Dituduh Perkosa PC, Ketua PBNU: Sangat Lucu, Jangan Buat Dagelan
Karena, jelas Muhammad Rizal, empat penyakit tidak menular di Indonesia itu sangat terkait dengan pemenuhan gizi seimbang, sehingga hal itu merupakan masalah yang serius.
Hal-hal dasar yang menyebabkan terjadinya kekurangan gizi, jelas dia, masih sering terjadi di masyarakat. Seperti antara lain budaya sarapan yang kurang memadai dan kurang beragamnya makanan yang dikonsumsi.
Bahkan, ungkap Muhammad Rizal, diperkirakan pada 2029 satu dari dua orang di Indonesia akan menghadapi obesitas.
Dalam upaya percepatan pencapaian target penurunan angka stunting, Muhammad Rizal mengungkapkan, pihaknya menerjunkan Tim Pendamping Keluarga di desa-desa di Tanah Air.