Rabu 07 Sep 2022 07:07 WIB

Nasib RUU Sisdiknas Di Tangan DPR

Pertaruhan nasib RUU Sisdiknas

Sejumlah siswa yang tinggal di daerah pelosok tersebut kesulitan dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM) secara daring dan tepaksa menempuh perjalanan hingga satu kilometer dari kediamannya menuju ke dataran yang lebih tinggi agar mendapatkan jaringan internet guna mengerjakan tugas sekolah melalui gawai yang nantinya dikirim melalui aplikasi percakapan WhatssApp.
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas
Sejumlah siswa yang tinggal di daerah pelosok tersebut kesulitan dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM) secara daring dan tepaksa menempuh perjalanan hingga satu kilometer dari kediamannya menuju ke dataran yang lebih tinggi agar mendapatkan jaringan internet guna mengerjakan tugas sekolah melalui gawai yang nantinya dikirim melalui aplikasi percakapan WhatssApp.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Faozan Amar, Direktur Eksekutif Al Wasath Insitute dan Dosen FEB UHAMKA

Salah satu tujuan Indonesia merdeka, sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal itu kemudian diperkuat lagi dalam UUD NRI 1945 Pasal 31 ayat 3, yakni Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.

Langkah Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi dalam merumuskan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) sudah tepat. Undang-Undang Dasar 1945 memberi mandat untuk merancang penyelenggaraan satu sistem pendidikan nasional. Namun demikian, dalam implementasi saat ini ada tiga undang-undang yang mengatur sistem pendidikan, selain Undang-Undang Bomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, juga ada UU Nomor 14 Tahun 2005  Guru dan Dosen, serta UU Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi. Ketiga undang-undang yang sekarang ada tersebut, semuanya mengatur tentang sistem pendidikan, sehingga kalau dijadikan satu undang-undang sesuai dengan amanat konstitusi.

Menurut Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Anindito Aditomo, RUU Sisdiknas nantinya menawarkan sejumlah perubahan untuk memperkuat dan mempertegas definisi prinsip-prinsip penyelengaraan yang sudah baik dalam UU Sisidiknas saat ini. Prinsip demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dielaborasi maknanya, sehingga tidak ambigu. Selain itu, karena mengintegrasikan UU Pendidikan Tinggi, dimasukkan prinsip yang belum muncul di UU Sisidiknas, yaitu menjunjung tinggi kebenaran ilmiah.

Disamping itu, RUU Sisdiknas juga akan mengubah prinsip pembelajaran dengan berorientasi pada pelajar serta memberi ruang untuk memperjuangkan hak-hak kelompok minoritas. Sistem pendidikan nasional yang diharapkan mampu menjamin pemerataan akses pendidikan kepada semua warga negara, menjamin mutu dan kualitas pendidikan secara merata di seluruh Indonesia sehingga tidak terjadi kesenjangan dalam penyelenggaraan pendidikan.

RUU Sisdiknas yang sekarang telah diserahkan ke DPR RI, merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang telah berusia 19 tahun. Dalam beberapa hal undang-undang terebut sudah tidak relevan, sehingga perlu ada revisi untuk menyelaraskan dengan perkembangan zaman, terutama dampak dari pandemi COVID-19 dan pesatnya kemajuan teknologi digital.

Integrasi ketiga undang-undang menjadi satu regulasi itu diharapkan akan menciptakan harmonisasi dan sinkronisasi yang belum dilakukan dalam sistem pendidikan nasional selama ini. Sehingga memudahkan dalam implementasinya yang bermuara pada terwujudnya kehidupan bangsa yang cerdas dengan sumber daya manusia yang berkualitas. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement