Rabu 07 Sep 2022 06:02 WIB

Tangis Puan di Era SBY dan Dalih PDIP Sekarang

Menurut PDIP, kondisi kenaikan harga BBM era SBY dan sekarang berbeda.

Ketua DPR Puan Maharani.
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Ketua DPR Puan Maharani.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nawir Arsyad Akbar

Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) saat ini disertai oleh teringatnya publik pada reaksi elite PDIP saat harga BBM naik pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Mulai dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri hingga jajarannya di tingkat DPP pernah menangis merespons kebijakan SBY menaikkan harga BBM. 

Baca Juga

Dirangkum dari dokumentasi pemberitaan Republika, Megawati pernah menangis saat memberikan sambutan di Rakernas PDIP di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 27 Mei 2008. Saat itu, Megawati mengaku teriris hatinya melihat kemiskinan di Indonesia, yang salah satunya disebabkan karena naiknya harga BBM.

Dan dalam pidatonya itu, Megawati terlihat beberapa kali mengusapkan air mata karena sedih. "Saya sedih melihat rakyat banyak yang menderita, padahal kita punya banyak kekayaan alam, namun angka kemiskinan tinggi," tambah Mega.

Tidak hanya Megawati, pada medio 2013, Fraksi PDIP di DPR yang dipimpin Puan Maharani juga pernah menangis dalam Sidang Paripurna DPR, ketika memprotes kenaikan harga BBM. Tidak hanya Puan, sejumlah politisi PDIP di DPR RI saat itu juga terlihat ikut menangis. 

Tangisan elite PDIP itu kemudian disusul aksi long march kader PDIP dari Tugu Proklamasi menuju Bundaran Hotel Indonesia hingga Istana Negara pada 19 Juni 2013. Ribka Tjiptaning yang terkenal vokal di DPR saat itu menegaskan, demo tersebut adalah bentuk konsistensi PDIP menolak kenaikan harga BBM.

Kini, Ketua DPP PDIP, Said Abdullah menanggapi sindiran massa yang menyebut Ketua DPR Puan Maharani tak lagi menangis menyusul kenaikan harga BBM. Menurut Said, kondisi kenaikan harga BBM pada 2013 dan saat ini berbeda, khususnya terkait kondisi geopolitik dunia dan pandemi Covid-19.

"Kondisinya kan berbeda, kondisi hari ini dunia, kita sadar tidak sih kalau ini persoalan geopolitik. Arab Saudi lagi menikmati, para eksportir minyak lagi menikmati profit, dia tidak mau nambah alokasi ke pasar, tidak nyiram pasar, ya naik terus lah," ujar Said.

"Sehingga jangan kemudian 10 tahun lalu disamakan dengan kondisi sekarang sama sekali berbeda sama sekali berbeda," sambung ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR itu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement