REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempersilakan masyarakat untuk melaporkan dugaan korupsi yang dilakukan mantan Kapolres Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) Kombes Edwin Hatorangan Hariandja. Edwin dipecat dari Korps Bhayangkara lantaran menerima imbalan uang dari penanganan kasus narkotika.
"Silakan masyarakat yang mengetahui dugaan korupsi di sekitarnya, segera laporkan tentu dengan data awal yang dimiliki," kata Juru Bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Senin (5/9/2022).
Ali menjelaskan, wewenang lembaga antirasuah ini diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang KPK. Ia mengatakan, pihaknya bakal melakukan verifikasi terlebih dahulu, jika dugaan korupsi tersebut telah dilaporkan.
"Tidak semua dugaan korupsi menjadi wewenang KPK. Untuk itu, untuk memastikan itu semua, ada verifikasi dan telaahan di (bagian) Pengaduan Masyarakat lebih dahulu," ujarnya.
Dia pun meminta, masyarakat yang memiliki bukti awal dugaan korupsi itu dapat segera melapor ke KPK. Ali memastikan, pihaknya akan menindaklanjuti laporan tersebut. "Setiap laporan pasti kami tindaklanjuti, baik melalui koordinasi dengan pihak pelapor maupun pengayaan informasi dan data secara proaktif oleh tim pengaduan masyarakat KPK," tuturnya.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo memecat mantan Kapolres Bandara Soekarno-Hatta, Komisaris Besar (Kombes) Edwin Hatorangan Hariandja. Pemecatan tersebut hasil dari sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP), Selasa (30/8/2022).
Majelis etik Polri, memecat Kombes Edwin lantaran merima imbalan uang dari penanganan dan penyidikan kasus peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang senilai kurang lebih Rp 7,5 miliar. "Berdasarkan hasil sidang KKEP, pelanggar dalam hal ini adalah Kombes Edwin Hatorangan, telah melakukan ketidakprofesionalan, dan penyalahgunaan kewenangan, sehingga sidang KKEP menyatakan PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat atau pecat),” kata Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri, Irjen Dedi Prasetyo, dalam siaran pers resmi yang diterima wartawan di Jakarta, Rabu (31/8/2022).
Menurut Dedi, atas putusan KKEP tersebut, Kombes Edwin, mengajukan banding. Akan tetapi, Dedi menegaskan, putusan tingkat pertama majelis etik dengan menyatakan PTDH, merupakan bentuk konsistensi dan komitmen Kapolri Sigit, dalam upaya membersihkan Polri dari para anggota yang tak tertib hukum.
Dedi menuturkan, kasus Kombes Edwin ini, berawal dari perannya sebagai Kapolres Bandara Sokerno-Hatta, pada Juni 2021. Menurut Dedi, saat menjabat sebagai kepala polisi wilayah tersebut, ada penanganan kasus kejahatan peredaran narkoba.
Penyidikan kasus tersebut, dilakukan oleh tim penyidik Satres Narkoba Polres Bandara Soekarno-Hatta. Akan tetapi, dalam proses penyidikan kasus tersebut terjadi ragam penyimpangan.
Salah satunya, kata dia, adanya pelaporan terkait penerimaan uang oleh Kombes Edwin sebagai Kapolres Bandara Soetta. Uang tersebut, kata Dedi, bersumber dari barang bukti narkotika yang disita dalam proses penyidikan.
Uang tersebut, kata Irjen Dedi mengatakan, diberikan oleh Kasat Reserse Narkoba senilai 225 ribu dolar AS, dan 376 ribu dolar Singapura. Jika dimatauangkan dengan rupah, nilai tersebut masing-masing senilai Rp 3,3 miliar, dan Rp 3,9 miliar.
Atas perbuatan Kapolres tersebut, majelis etik juga turut menyidang profesi terhadap 10 anggota kepolisian Polres Bandara Soekarno-Hatta yang terlibat dalam skandal tersebut. Dedi mengatakan, sidang KKEP, juga memutuskan untuk memecat AKP Nasrandi, selaku Kasat Reserse Narkoba Polres Bandara Soekarno-Hatta, pun juga memecat Iptu Triono A, selaku Kasubnit Satresnarkoba Polres Bandara Soekarno-Hatta.
Sejumlah pihak pun meminta KPK mengusut penerimaan suap itu. Salah satu pihak yang mendorong hal tersebut, yakni Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.