Sabtu 03 Sep 2022 08:31 WIB

KontraS: Tak Ada Urgensi Libatkan BIN dalam Sosialisasi RKUHP 

KontraS menyoroti keterlibatan BIN dalam sosialisasi RKUHP

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Nashih Nashrullah
Kordinator KontraS  Fatia Maulidiyanti, menyoroti keterlibatan BIN dalam sosialisasi RKUHP
Foto: Republika/Thoudy Badai
Kordinator KontraS Fatia Maulidiyanti, menyoroti keterlibatan BIN dalam sosialisasi RKUHP

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam pemerintah yang melibatkan Badan Intelijen Negara (BIN) dalam sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). 

Langkah ini dinilai KontraS bentuk eksesifnya Intelijen dalam melaksanakan  tugas di luar tupoksinya.  

Baca Juga

"Kami menilai bahwa keterlibatan ini juga semakin memantik eskalasi ketakutan di masyarakat, khususnya dalam membahas berbagai permasalahan yang masih tercantum dalam draf RKUHP terbaru," kata Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti, dalam keterangan dikutip Republika.co.id pada Jumat (2/9/2022).  

KontraS menilai penolakan terhadap RKUHP bukan ancaman yang harus didekati dengan penggunaan intelijen negara. 

Sebab, diskursus yang terbangun di publik diyakini KontraS tidak membahayakan keselamatan bangsa, keamanan, kedaulatan, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan kepentingan nasional sebagaimana diatur dalam UU Intelijen.  

"Sehingga, tidak ada satupun urgensi untuk melibatkan intelijen dalam proses sosialisasi suatu regulasi pemerintah," ujar Fatia.  

KontraS mengamati pelibatan BIN dalam memasifkan sosialisasi peraturan perundang-undangan bukan kali pertama. 

Pengintaian BIN pernah dilakukan dalam meredam gelombang penolakan massa terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja pada 2020 lalu. 

Hasilnya, menurut KontraS banyak alat telekomunikasi milik koordinator aksi diretas serta masifnya kekerasan yang digunakan di lapangan. 

"Keterlibatan intelijen dengan penggunaan perangkatnya tentu akan memperluas kesewenang-wenangan. Terlebih, pengaturan batasan kerja-kerja BIN tidak diregulasi secara jelas. Selama ini BIN juga tidak bekerja secara transparan dan berbasis pada akuntabilitas," ucap Fatia.  

Selain itu, KontraS menduga Pemerintah selama ini terkesan menghalalkan berbagai cara untuk mengakselerasi berbagai agendanya, terlebih ketika mendapatkan pertentangan di masyarakat. 

KontraS menyayangkan pengerahan kekuatan dengan menerjunkan aparat dan Intelijen untuk menyelesaikan persoalan.  

"Hal ini merupakan ancaman yang sangat berbahaya, sebab menciptakan terror yang akhirnya makin menyempitkan ruang berekspresi. Cara-cara semacam ini merupakan propaganda politik masa Orde Baru," tegas Fatia.  

Pada 2022 pemerintah melalui kementerian dan lembaga terkait kembali akan melakukan sosialisasi RKUHP di 11 kota di Tanah Air.

Baca juga: 2 Tipe Umat Islam yang Berpotensi Picu Kerusakan Agama, Siapa Mereka? 

Arahan kepala negara tersebut tidak hanya dibebankan kepada Kemenkumham saja, namun juga menjadi pekerjaan bersama, khususnya kementerian dan lembaga terkait. 

Misalnya, Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam).

Kemudian termasuk juga Badan Intelijen Negara (BIN), Mabes Polri, Kejaksaan Republik Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Agama, Staf Khusus Presiden hingga Kepala Staf Presiden.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement