REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto mengingatkan masyarakat yang tinggal di pesisir Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat untuk waspada terhadap jenis gempa yang berpotensi tsunami. Suharyanto pun menjelaskan ciri gempa yang berpotensi terjadi tsunami.
"Jika gempa berlangsung secara terus menerus selama lebih dari 30 detik baik itu dengan guncangan keras maupun mengayun," kata Suharyanto dikutip dari siaran pers BNPB, Selasa (30/8/2022).
Jika jenis gempa itu terjadi, pesan Suharyanto, masyarakat diminta segera mengungsi ke tempat yang lebih tinggi. "Masyarakat yang berada di daerah pantai agar segera lari ke tempat yang lebih tinggi untuk menghindari kemungkinan terjadi tsunami," kata Suharyanto.
Sebelumnya, gempa berkekuatan magnitudo (M) 6.4 mengguncang wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai, Senin (29/8/2022). Gempa juga diikuti 13 kali gempa susulan dengan kekuatan dari M 3.5 hingga maksimum M 6.4. Rangkaian gempa tersebut terjadi di segmen megathrust Mentawai yang diketahui menyimpan potensi energi gempa hingga M 8.9, dan berpotensi mampu memicu tsunami.
Data yang dirilis BNPB per Selasa pukul 07.00 Wib, dilaporkan satu gedung SMP N 3 Simalegi rusak ringan, satu unit SDN 11 Simalegi rusak berat, satu gedung Puskesmas Betaet rusak ringan, satu gereja rusak ringan, satu gedung aula kantor camat Siberut Barat rusak ringan dan lainnya masih dalam pendataan.
Guncangan gempabumi yang dirasakan cukup kuat di Pulau Siberut itu telah memaksa 2.326 warga mengungsi ke perbukitan. Penambahan jumlah pengungsi tersebut dipicu adanya kekhawatiran masyarakat apabila terjadi gempabumi susulan yang dapat berpotensi tsunami.
Dalam kesempatan itu, Suhayanto juga mengimbaua kesiapsiagaan bagi pemangku kebijakan dan masyarakat di Provinsi Sumatera Barat, khususnya yang terdampak gempabumi dan yang berpotensi terpapar tsunami.
BNPB meminta agar masyarakat yang mengungsi di perbukitan agar dapat kembali ke rumah masing-masing, bagi mereka yang rumahnya tidak mengalami kerusakan struktural atau rusak berat akibat gempabumi. Suharyanto memastikan rentetan gempabumi yang terjadi tidak memicu tsunami, sebagaimana merujuk pada laporan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
"Rangkaian gempa pada Senin (29/8) tidak memicu tsunami, untuk itu masyarakat yang saat ini mengungsi di daerah perbukitan bisa kembali ke rumah masing-masing, bagi yang rumahnya tidak mengalami rusak struktur/rusak berat akibat gempa," kata Suharyanto.
Suharyanto menjelaskan, rumah yang rusak struktur atau rusak berat itu dapat berupa rumah dengan kondisi patah tiang penyangga, kerusakan masif pada dinding dan kerusakan pada penyangga atau penyusun rangka atap. Apabila menemui kondisi seperti itu, maka diimbau agar pemilik rumah segera melaporkan kepada BPBD setempat.
"Masyarakat yang rumahnya mengalami kerusakan struktur atau rusak berat dapat melaporkan data kerusakan bangunan tersebut kepada BPBD setempat untuk pendataan," kata Suharyanto.