REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang kasus pengeroyokan terhadap dosen Universitas Indonesia (UI) Ade Armando memasuki tahap pleidoi atau nota pembelaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin (29/8/2022). Para terdakwa membacakan pleidoinya satu per satu
Salah satu terdakwa, Komar, meminta kepada majelis hakim agar mendapat keringanan hukuman. Ia menuding Adelah yang kerap menghina agama tapi tak kunjung dihukum.
"Saksi korban (Ade) sudah berpuluh-puluh kali dilaporkan, tapi kami hanya sekali memukul sampai ditahan lima bulan dengan dituntut dua tahun. Saya memohon tuntutan itu ditinjau ulang dengan hukuman seringan-ringannya dan seadil-adilnya. Saksi korban sering menghina agama saya," kata Komar dalam persidangan tersebut.
Komar menegaskan, sebenarnya tidak ada niatan untuk memukuli Ade. Ia merasa insiden pengeroyokan terjadi secara spontan.
"Kami sudah lima bulan di dalam (tahanan), saya mohon dengan tuntutan yang diminta JPU, hakim dapat meringankan kami seringan-ringannya jangan ada tebang pilih," ujar Komar sembari menangis.
Terdakwa lainnya, Marcos Iswan meminta majelis hakim mempertimbangkan lagi keputusan hukuman padanya. Sebab Marcos mengungkapkan, dirinya sebagai tulang punggung keluarga bagi empat orang anaknya yang semuanya masih berusia sekolah. Kemudian, Marcos menerangkan kondisi kesehatannya yang tengah menderita penyakit diabetes tipe 2 hingga harus memakai insulin.
"Yang ketiga, Marcos kemarin ikut demo semata-mata untuk rakyat Indonesia, karena biar harga minyak, harga bensin murah bisa terjangkau oleh masyarakat. Yang terakhir, Marcos kemarin ikut dalam pengeroyokan Ade Armando karena dilakukan secara spontan tidak direncanakan dan Marcos mengakui kesalahan dan berjanji tidak akan mengulangi lagi," ucap Marcos.
Diketahui, jaksa menuntut enam terdakwa pengeroyokan Ade Armando yaitu Komar, Marcos Iswan, Abdul Latif, Al Fikri Hidayatullah, Dhia Ul Haq, dan Muhammad Bagja dengan hukuman dua tahun penjara. Keenamnya dinilai jaksa melanggar ketentuan Pasal 170 KUHP.