REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satgas Cacar Monyet (Monkeypox) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengungkapkan sudah 23 kasus suspek cacar monyet di Indonesia. Dari 23 kasus tersebut, 21 di antaranya sudah discarded, satu kasus terkonfirmasi dan satu kasus masih menunggu hasil.
Diketahui, sudah ada satu kasus konfirmasi cacar monyet di Indonesia pada Sabtu (20/8/2022) pekan lalu. Pasien pertama tersebut merupakan pria berusia 27 tahun tinggal di DKI Jakarta dan diketahui sempat melakukan perjalanan ke luar negeri.
Pada pasien tersebut, timbul gejala berupa demam, pembesaran kelenjar limfe, dan ruam-ruam di area muka, telapak tangan, kaki, dan sekitar alat genital.
Ketua Satgas Monkeypox (cacar monyet) PB IDI dr Hanny Nilasari, SpKK menjelaskan, untuk saat ini gejala berupa lesi pada suspek-suspek cacar monyet tidak secara kuat mengindikasikan cacar monyet. Pasalnya, gejala yang ditemukan mirip dengan cacar air, atau infeksi kulit biasa akibat bakteri.
"Dari 23 kasus supek sebelum dilakukan penyisiran, lesi itu betul-betul menyerupai lesi monkeypox yang klasik,\" ujar Hanny dalam jumpa Pers secara daring, Jumat (26/8/2022).
Bahkan, sambung Hanny, masih banyak kasus-kasus yang memang terduga monkeypox, namun secara manifestasi klinisnya adalah infeksi kulit biasa yang lain seperti infeksi virus cacar air, folikulitis atau bioderma yang sering disebut infeksi bakteri biasa.
"Gejala ini (lesi) tidak mengindikasikan ini adalah suatu kasus infeksi monkeypox," kata dia.
Untuk pencegahan penularan cacar monyet, Satgas IDI meminta masyarakat menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan penerapan protokol kesehatan.
Masyarakat juga diminta mehindari kontak langsung dengan orang yang mengalami gejala serupa cacar monyet, serta segera memeriksakan diri jika mengalami gejala serupa cacar monyet setelah melakukan perjalanan dari negara yang juga melaporkan kasus cacar monyet.
Dikonfirmasi terpisah, Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menjelaskan, virus monkeypox memiliki masa inkubasi tiga pekan. Artinya, dalam tiga minggu seseorang bisa saja tidak menunjukkan gejala.
Menurut dia, jika ada satu kasus diumumkan, tidak berarti itu merupakan yang pertama. Bisa jadi sudah ada kasus cacar monyet sebelumnya. Terlebih, mayoritas bergejala ringan,” ujar Dicky.
Sehingga ketika ada penularan komunitas bukanlah hal yang mengagetkan. Bahkan, individu yang tidak bepergian dari luar negeri pun dapat terpapar. ”Saat melakukan kontak tracing bisa dilakukan hingga tiga minggu sebelum diketahui positif cacar monyet,” ujarnya.
Dicky mengingatkan bahwa masyarakat umum bisa tertular. Oleh karena itu, dia meminta petugas kesehatan bisa menjadi pendeteksi awal. Dicky menambahkan, jika ada pasien dengan gejala demam hingga muncul ruam, bisa dicurigai. Apalagi jika ada keluhan pembengkakan kelenjar getah bening.