REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Senior Pusat Riset (Pusris) Politik BRIN, Firman Noor, mengatakan proses rekrutmen kader yang dilakukan partai politik menjadi salah satu pekerjaan rumah yang harus dibenahi. Firman mengatakan, partai politik harus mampu melaksanakan proses rekrutmen yang baik.
"Secara substansial yang pertama, partai nantinya akan diuji untuk mampu melaksanakan proses rekrutmen yang baik. Yang nantinya menghadirkan daftar kandidat yang bernas, berkuatlitas, dan yang pantas," kata Firman dalam diskusi daring bertajuk 'Persiapan Partai Politik Menjelang Pemilu 2024: Tantangan dan Peluang', Kamis (25/8/2022).
Menurut Firman, dalam proses rekrutmen, partai diharapkan menghindari praktek politik dinasti. Sementara kader atau figur yang berkomitmen kuat terhadap demokrasi harus dihormati.
"Kader-kader dan figur-figur yang berkomitmen pada pemrintahan yang bersih harus diakomodir. terlepas dari latar belakang keluarganya, ini artinya kita punya pekerjaan rumah untuk mereduksi peran dinasti politik," ujarnya
Sebaliknya, partai politik harus menguatkan demokrasi internal dan merit system di dalam proses rekrutmen. Selain itu, partai juga diharapkan menghindari sekuat mungkin godaan oligarki. Firman menilai godaan oligarki saat ini semakin menguat.
"Tidak ada demokrasi jika oligarki demikian kuatnya," tuturnya.
Menanggapi itu politikus PDIP, Diah Pitaloka, mengatakan bahwa proses rekrutmen yang dilakukan PDIP berlangsung secara natural. Diah mengatakan kader merupakan orang yang punya perspektif, narasi, dan keinginan yang sama.
"Di situlah biasanya rekrutmen itu terjadi, orang punya dorongan, orang punya passion, orang diajak, orang mengajak, kemudian nanti masuk ruang yang lebih formal, dia membership, bikin kartu anggota, setelah itu ikut pelatihan, setelah itu ikut kepengurusan, masuk ke jenjang yang lebih formal dalam tradisi parpol masing-masing," ungkapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Golkar mengatakan Partai Golkar mengutamakan kader yang terbangun dari dalam. Artinya sudah ada orang yang masuk dalam institusi organisasi yang ada di Partai Golkar secara sukarela ataupun rekrutmen seperti multi level marketing.
"Kami mengutamakan dulu mereka yang sudah membangun partai secara bersama, misalnya kita punya sayap partai, sayap partai ini adalah KPPG dan AMPG," ucap Nurul.
Selain itu, Golkar juga memiliki sayap organisasi AMPI yang diisi kader-kader muda. Kemudian masyarakat yang bergabung dengan Partai Golkar karena kehendaknya sendiri.
Terkait dinasti politik, Nurul mengatakan bahwa dinasti politik tidak menjadi sesuatu yang haram ketika orang tersebut mempunyai komitmen dan mempunyai kapasitas dan kapabiltas. Dirinya justru tidak setuju jika seseorang dengan mudah menerima suara dari orang tua.
"Kalau hanya dikasih suara sama orang tuanya itu yang saya tidak setuju. Memang itu jadi defisit ketika dapat suaranya gampang, kemudian dia tidak bisa menjalankan pekerjaannya karena dengan mudahnya dapat suara tersebut. Ini kan kalau begini tergantung individunya. bukan label dinasti," kata Nurul.