REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Sebanyak 1.010 unit angkutan kota (angkot) yang ada di wilayah Kota Bogor terancam tak lagi bisa beroperasi. Hal itu bisa terjadi lantaran Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor telah membekukan Izin Penyelenggaraan Angkutan Perkotaan (IPAP) dari ribuan angkot tersebut.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor, Eko Prabowo, mengatakan pembekuan IPAP tersebut telah melalui proses panjang secara administrasi sebelum ke arah pembekuan. Para pemilik angkot dan badan hukum telah diberi peringatan 1, 2, dan 3 sebagai peringatan awal atau early warning system.
“Jadi prosesnya tidak ujug-ujug (tiba-tiba), tidak mengada-ada, tidak juga tergopoh-gopoh. Prosesnya memang melalui tahapan. Kemudian ke arah pembekuan,” kata Eko, Selasa (23/8/2022).
Eko menjelaskan, pihaknya memberikan waktu selama 30 hari kepada para badan hukum dan pemilik angkot untuk merapikan semua izin trayek dan kartu pengawasan. Di mana izin trayek diperbarui selama lima tahun sekali.
Selama menjabat sebagai Kadishub Kota Bogor, Eko mengatakan, para badan hukum dan pemilik angkot tidak melakukan izin trayek sebagaimana mestinya. Dari total 1.010 angkot yang dibekukan ini, berada dibawah badan hukum di antaranya, Koperasi Kauber, Koperasi Kopem, Koperasi Madani, PT Gomecindo, Koperasi Kopama, Koperasi Kophim, Koperasi Kammi, Koperasi Kencana Jaya, Koperasi Kopata, Koperasi Komara, PT Gunung Salak Perkasa, Koperasi KAKB, Koperasi Kosapag, PT Setia Mandiri Indah, Koperasi Kojapab, Koperasi Kodjari, dan angkot milik perorangan berjumlah 39 unit.
Kemudian, lanjut dia, kasus ini ia sikapi dengan bentuk perhatian kita terhadap badan hukum pemilik angkot untuk peduli dengan apa yang dimilikinya. Dia menegaskan transportasi harus berubah karena tantangannya juga berubah.
“Dan yang terancam ini kalau mereka tidak care (peduli) selama 30 hari yang kita kasih, sekali lagi kita melakukan upaya aturan penegakan yang berlaku. Jaid tolong dimanfaaktan 30 hari ini untuk berbenah,” tegasnya.
Sebab, kata dia, tantangan transportasi ke depan ialah kepastian pelayanan, masyarakat yang dilayani merasa aman dan nyaman, pemberi pelayanan senang, dan pemberi proses perizinan dalam hal ini Dishub, merasa tidak khawatir.
Sebagai contoh, Eko menyebutkan, jika para pemberi layanan tidak memenuhi syarat dari sisi teknis, maka Dishub Kota Bogor sebagai pemberi izin merasa khawatir. Apalagi, angkot-angkot tersebut masih membawa atau mengangkut orang.
“Karena ada beberapa case alhamdulillahh tidak ada korban, tapi kalau nanti ada substansi korban, kami pasti diseret-seret, terbawa-bawa. Ini yang kami antisipasi mengingatkan dari awal, teman-teman (badan hukum dan pemilik angkot) harus care (peduli) dengan apa yang mereka punya selama ini,” pungkasnya.