REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno mengakui beban APBN untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM)sangat berat.
"Karena itu, Pemerintah perlu mengawasi penyaluran BBM subsidi agar lebih tepat sasaran," kata Eddy dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (22/8/2022).
Sebelum memutuskan untuk menyesuaikan harga BBM, katanya, Pemerintah perlu melakukan kajian mendalam terkaitdampak inflasi, dampakperlambatan pertumbuhan ekonomi, maupun dayabeli masyarakat.
"Bisa saja kenaikan BBM ditanggulangi dari kelebihan atau surplus profit hasil komoditas 2022 dalam bentuk subsidi yang diberikan kepada BBM," ujarnya.
Secara struktural, lanjutnya,perubahan atas pola pemberian subsidi BBM harus dilakukan dan tidak bisa lagi subsidi produk. "Harus subsidi kepada mereka yang berhak menerimanya," ucapnya.
Dia juga mendorong Pemerintah merevisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM. Perpresitu jugamengatur jenis kendaraan apa saja yang dapat dan boleh menggunakan BBM bersubsidi.
Pengawasan terhadap penyaluran BBM bersubsidi,katanya, harus ketatdan BBM bersubsidi hanya untuk masyarakat yang benar-benar berhak.
"Jadi, beberapa hal yang secara simultan bisa dilakukan untuk mengurangi subsidi yang sudah sangat besar dan sangat memberatkan APBN," jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Pemerintah sedang menyusun skema penyesuaian harga BBM bersubsidi, khususnya Pertalite dan Solar Bersubsidi, untuk mengurangi beban subsidi APBN.
Kebijakan itu dipengaruhi oleh tingginya harga minyak mentah dunia,membengkaknya subsidi BBM, sertakompensasi energi yang mencapai Rp205 triliun di 2022.
Baca juga : Jokowi Minta Kenaikan BBM Benar-Benar Diperhitungkan