REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- partai Gerindra telah mengusulkan mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden (capres) di Pemilu 2024. Begitu pula Partai Golkar yang mendukung ketua umumnya, Airlangga Hartarto sebagai capres.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai keduanya mempunyai kans maju di Pilpres 2024. Apalagi keduanya telah memiliki koalisi masing-masing yang mencukupi syarat presidential threshold sebesar 20 Persen.
"Gerindra dengan PKB. Serta Golkar, PPP, dan PAN dengan Koalisi Indonesia Bersatunya," kata Adi dalam keterangan tertulisnya Kamis, (18/8/2022).
Menurut Adi, KIB bisa dipastikan bakal mengusung Airlangga di Pilpres 2024. Apalagi Golkar sebagai pemilik kursi terbanyak kedua, Golkar dianggap punya kekuatan untuk mengusung Airlangga.
"Entah sebagai capres atau cawapres. Apalagi pilpres lalu Golkar tidak punya kandidat," kata Adi.
Begitu pula koalisi Partai Gerindra yang mendukung Prabowo sebagai capres. Dengan berkoalisi dengan PKB, koalisi itu sudah mencukupi ambang batas megusung capres.
Adi juga menilai, keduanya berpeluang berkoalisi. Apalagi Partai Gerindra, PKB, Golkar, PPP, dan PAN merupakan satu kubu di pemerintahan.
"Sebelum putaran resmi dan pendaftaran ke KPU semua bisa berubah. Kan tinggal negosiasinya, siapa capres dan cawapresnya, partai pendukungnya dapat apa. kan gitu dalam politik," kata Adi.
Meski begitu, Adi memprediksi Pilpres 2024 tak hanya akan diramaikan oleh Prabowo dan Airlangga saja. PDIP sebagai pemilik suara terbanyak juga akan mengusung calonnya sendiri. Begitu pula koalisi Partai NasDem.
"Kan enggak mungkin dua poros, bisa nanti empat poros, dengan PDIP dan koalisi NasDem. Kalau semua punya jagoan dan nanti bertarung kan sangat mungkin ke putaran kedua," ujarnya.
Menurutnya, saat ini pekerjaan yang terpenting bagi Airlangga yakni mengonversi suara Golkar sebanyak 12 persen itu menjadi suara miliknya di Pilpres 2024. Selain itu, Airlangga juga harus sering muncul ke publik sebagai ketum, bukan sebagai menteri.
"Kalau muncul sebagai menteri insentif politiknya yang didaapat adalah Presiden Jokowi. Tapi kalau mucul sebagai ketum maka akan teridentifikaisi sebagai kerja partai poltik untuk keuntungan Airlangga," kata Adi.
Sementara Prabowo juga diminta harus meningkatkan elektabilitasnya. Saat ini namanya tersalip di bawah Ganjar Pranowo. Prabowo juga harus mengantisipasi kejenuhan dan kebosanan pemilih.
"Ya karena orang kan melihat 3 kali jadi pilpres. apalagi sekarang ada sosok baru, seperti Ganjar, Anies, Ridwan Kamil, dan Sandiaga yang sering menjadi perbincangan," katanya.