Sabtu 06 Aug 2022 15:25 WIB

Jusuf Kalla Bicara Soal Figur Pemimpin Islam, Mahfud Bicara Soal Adanya Islamophobia

Temu Tokoh KBII, JK Serukan Persatuan Umat untuk Wujudkan Indonesia Sejahtera

Rep: muhammad subarkaH/ Red: Muhammad Subarkah
Jusuf Kalla, Mahfud MD, Sutrisno Bachir, Nasrullah Larada ketika berbicara dalam Rakernas KP PII di Jakarta, Sabtu (6/8/2022).
Foto: muhammad subarkah
Jusuf Kalla, Mahfud MD, Sutrisno Bachir, Nasrullah Larada ketika berbicara dalam Rakernas KP PII di Jakarta, Sabtu (6/8/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bangsa Indonesia perlu memikirkan figur pemimpin yang bisa menjawab tantangan masa depan bangsa yang kian kompleks. Dia berbicara dalam  forum 'Temu Tokoh KBPII' dan Rapat Kerja Nasional Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KBPII).

"Bangsa Indonesia kini menghadapi tantangan berupa perubahan geopolitik akibat perang Rusia-Ukrania, ketegangan yang memanas antara RRC-Taiwan, perubahan iklim (climate change), perubahan ekonomi dunia menuju new normal pasca Covid 19. Jadi, ke depan bukan masanya lagi mendefinisikan umat Islam secara sempit. Sebagai mayoritas muslim, hampir semua calon pemimpin di Indonesia adalah berasal dari kalangan umat,'' kata Kalla Sabtu (6/08/2022).

Masalahnya saar ini lanjut Kalla adalah bagaimana bagaimana memilih pemimpin yang bisa berprestasi. “Kita harus cari pemimpin yang sudah memiliki prestasi untuk bisa membawa bangsa Indonesia menuju bangsa yang sejahtera,” ujarnya. 

Forum Temu Tokoh KBPII dihadiri mantan aktivis PII Menteri Polhukam, Moh Mahfud MD (Menko Polhukam), Mantan Menteri Agraris kepala BPN Sofyan Djalil, Soetrisno Bachir (pengusaha nasional), tokoh oposisi Said Didu, Rektor IPB Arif Satria, KH Kholil Ridwan (ulama), mantan Rektor UNPAD Ganjar Kurnia, Prof Zainuddin Maliki (Anggota DPR), Sodik Mudjahid (Anggota DPR RI Gerindra) dan Ketua Umum PP KBPII Nasrullah Larada.

Menurut Kalla, pemimpin yang berprestasi itu ada di semua partai politik. Ada di Golkar, PDIP, Gerindra hingga Nasdem. “Semua calon pemimpin yang sekarang ini dijagokan jadi Presiden di 2024 kan semua beragama Islam,” imbuhnya. 

Kalla melihat Islam di pasang-surut Islam di pentas politik tidak bisa dilepaskan dari tokoh-tokoh Islam yang berlatang aktivis pelajar seperti PII maupun dari Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (HMI). Di zaman Soeharto, katanya, peranan mahasiwa terbukti bisa mendorong lahirnya Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). 

Secara khusus, Kalla menyebut ada tiga tokoh yang memegang peranan penting dalam membawa modernitas Islam ke golongan menengah ke atas. 

Pertama, mantan Presiden BJ Habibie yang juga pernah menjadi Ketua Umum ICMI di era Presiden Soeharto. Melalui ICMI inilah gagasan tentang perbankan syariah, Islam rahmatan lil alamin mulai mendapat perhatian dari pemerintah.

Kedua,  Nurcholis Madjid, pemikir Islam yang aktif melakukan kajian tentang Islam bagi golongan menengah. Dari kajian-kajian Cak Nur itu, kelompok menengah ke atas kemudian mulai tertarik untuk ikut dalam banyak diskursus Islam baik tentang ekonomi Islam, demokrasi, dan kajian lainnya. 

Ketiga, Ade Latief yang mengembangkan haji ONH Plus. Sebelumnya, kelompok menengah ke atas hanya melihat ibadah Umrah dan Haji itu hanya untuk ibadah orang miskin. Kenapa? Karena mereka selama ibadah di tanah suci tinggal di tenda-tenda, berkelompok dan berdesakan.

"Bagi orang kaya, ibadah dengan tidur berdesakan ini sulit diterima. Nah, lewat inovasi Ade Latief melalui program haji ONH Plus, kelompok menengah atas pun bisa umrah dan haji dengan tinggal di hotel. Ketiga tokoh ini telah berjasa dalam membangun citra positif Islam di Indonesia,” imbuh JK yang juga Ketua Dewan Kehormatan KBPII. 

Mahfud bicara soal tudingan Islamophobia

Sementara bagi Menkopolhukam, Mahfud MD menambahkan, bahwa negara turut serta dalam memajukan spiritualitas agama-agama yang ada di Indonesia.  

“Spiritualisme itu harus dibina karena kalau mereka mengikuti perintah Nabi Muhammad SAW, kan akhlaknya akan lebih baik,” imbuhnya. 

Mahfud juga berbicara tentang tudingan negara melakukan Islamophobia. Dia menolak tudingan jika negara melakukan Islamophobia.

“Gak ada itu Islamophobia. Kalau anda lihat ada narasi Islamophobia Abu Janda itu kan pandangan pribadi dia dan bukannya pandangan negara,” tegas Mahfud. 

Dijelaskannya, gimana negara dituding melakukan Islamophobia, wong Pak Presiden Jokowi sering shalat fardu dan Jumat di Masjid di Istana maupun di luar negeri.

Mahfud menceritakan, Ketika Presiden Jokowi ikut pertemuan tingkat Asean, tepat pada 14.00 siang beliau izin untuk shalat. "Posisinya digantikan saya dalam pertemuan para pemimpin Asean itu,” kenang Mahfud.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement