Kamis 04 Aug 2022 21:13 WIB

BPOM Dorong Penggunaan Bahan Baku Obat Bahan Alam Produk Dalam Negeri

Obat yang terbuat dari bahan alam berpotensi besar untuk dikembangkan,

Rep: dian fath risalah/ Red: Hiru Muhammad
Pekerja mengerjakan proses pengolahan tanaman kelor di PT Kelor Organik Indonesia (KOI) di Palu, Sulawesi Tengah, Ahad (13/2/2022). Pabrik sekaligus pusat pembelajaran pengolahan tanaman kelor pertama dan terbesar di Asia Tenggara tersebut memproduksi berbagai produk pangan, obat tradisional dan kosmetik berbahan tanaman kelor. Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, produk olahan kelor itu juga memenuhi permintaan dunia diantaranya wilayah Eropa dan Amerika.
Foto: ANTARA/Mohamad Hamzah
Pekerja mengerjakan proses pengolahan tanaman kelor di PT Kelor Organik Indonesia (KOI) di Palu, Sulawesi Tengah, Ahad (13/2/2022). Pabrik sekaligus pusat pembelajaran pengolahan tanaman kelor pertama dan terbesar di Asia Tenggara tersebut memproduksi berbagai produk pangan, obat tradisional dan kosmetik berbahan tanaman kelor. Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, produk olahan kelor itu juga memenuhi permintaan dunia diantaranya wilayah Eropa dan Amerika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Obat bahan alam asli Indonesia merupakan produk kesehatan warisan budaya bangsa yang perlu dilestarikan. Dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, obat bahan alam telah dikembangkan menjadi Obat Herbal Terstandar (OHT) dan Fitofarmaka.

Hingga Juli 2022, terdapat 1.161 sarana obat bahan alam yang telah memproduksi lebih dari 14.000 jenis produk obat bahan alam dalam bentuk jamu, obat herbal terstandar, maupun fitofarmaka. Saat ini industri obat bahan alam masih menghadapi tantangan. Ketersediaan bahan baku obat bahan alam sebesar 25 persen dari total kebutuhan masih diperoleh melalui impor.

Baca Juga

Aspek pemenuhan terhadap standar keamanan, manfaat, dan mutu, serta kuantitas pasokan bahan baku obat bahan alam dari dalam negeri juga belum dapat dipenuhi secara konsisten. Karena, sebagian besar Bahan Baku berasal dari tumbuhan liar, belum massif dibudidayakan dan masih adanya keterbatasan teknologi pengolahan. Demikian juga pelaku usaha, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) obat tradisional, masih menghadapi keterbatasan alternatif sumber pengadaan Bahan Baku obat bahan alam dalam negeri.

Kepala BPOM RI, Penny K. Lukito menjelaskan, obat dari bahan alam berpotensi besar untuk dikembangkan, mengingat besarnya permintaan masyarakat terhadap obat bahan alam dewasa ini. Penjualan jamu dan obat herbal nasional di Indonesia diperkirakan dapat mencapai Rp 23 triliun pada tahun 2025.

Potensi ini juga membuka peluang bagi jamu yang berorientasi ekspor agar bisa menjadi komoditi andalan di pasar global. WHO memprediksi permintaan tanaman obat dapat mencapai nilai 5 triliun dollar AS pada tahun 2050.

Potensi pengembangan yang besar tersebut perlu didukung dengan kemampuan penyediaan dan pasokan bahan baku yang memenuhi standar/persyaratan keamanan, manfaat, dan mutu, serta kuantitas. Bagi produsen Fitofarmaka, konsistensi kandungan senyawa aktif dalam bahan baku alam, merupakan aspek fundamental agar produk yang diproduksi memenuhi persyaratan keamanan, manfaat, dan mutu.

“Tantangan-tantangan tersebut dapat diatasi dengan menjaga stabilitas ketersediaan bahan baku obat bahan alam, baik dari sisi jumlah, kontinuitas (sustainability) , mutu, maupun harganya melalui berbagai upaya intervensi dari hulu ke hilir. Hal ini dilakukan agar produk obat bahan alam dapat diproduksi dengan harga yang relatif murah dan bermutu secara kontinu,” tutur Penny.

BPOM telah menggandeng 17 IEBA untuk mendukung industri obat bahan alam. Dukungan IEBA ini dituangkan melalui penandatanganan komitmen dalam memberikan fasilitasi kepada UMKM obat tradisional.

“Penandatanganan komitmen merupakan wujud keberpihakan dan dukungan IEBA untuk penyediaan ekstrak bagi UMKM dalam proses produksinya. Dukungan yang diberikan oleh 17 IEBA di seluruh Indonesia ini diwujudkan melalui berbagai bentuk kemudahan kepada UMKM, seperti fleksibilitas jumlah pemesanan dan harga ekstrak yang relatif terjangkau,” ungkapnya.

Penny mengatakan, saat ini BPOM sedan mengurangi ketergantungan impor bahan baku obat bahan alam dan meningkatkan kapasitas pengadaan bahan baku obat bahan alam dalam negeri yang berkualitas dan murah secara berkesinambungan. Serta, meningkatkan aksesibilitas UMKM obat tradisional dalam mendapatkan bahan baku bermutu, dan mengawal kapasitas IEBA untuk menyediakan bahan baku obat bahan alam sesuai standar dalam rangka mendukung penggunaan fitofarmaka pada pelayanan kesehatan formal.“Kami mengharapkan dukungan dan kontribusi seluruh pihak dalam membangun kemandirian bahan baku obat bahan alam di Indonesia yang memberikan manfaat nyata bagi kesehatan masyarakat serta pemulihan ekonomi nasional,” tegasnya.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement