Rabu 03 Aug 2022 04:00 WIB

Kelompok Budi Daya Garam di Gunungkidul Berhenti Produksi

Pembuatan garam di Pantai Dadapayam berhenti sejak tahun lalu.

Petani memanen garamnya (ilustrasi). Kelompok Budidaya Garam Dadap Makmur di Pantai Dadapayam di Desa/Kalurahan Kanigoro, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, berhenti memproduksi garam karena produknya tidak dapat dijual di pasar setelah dinyatakan tidak lolos standar kesehatan.
Foto: ANTARA/Basri Marzuki
Petani memanen garamnya (ilustrasi). Kelompok Budidaya Garam Dadap Makmur di Pantai Dadapayam di Desa/Kalurahan Kanigoro, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, berhenti memproduksi garam karena produknya tidak dapat dijual di pasar setelah dinyatakan tidak lolos standar kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, GUNUNGKIDUL -- Kelompok Budidaya Garam Dadap Makmur di Pantai Dadapayam di Desa/Kalurahan Kanigoro, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, berhenti memproduksi garam karena produknya tidak dapat dijual di pasar setelah dinyatakan tidak lolos standar kesehatan.

Ketua Kelompok Budidaya Garam Dadap Makmur di Pantai Dadapayam Triyono di Gunungkidul, Selasa (2/8/2022), mengatakan, aktivitas pembuatan garam di Pantai Dadapayam berhenti sejak tahun lalu. Bahkan, pengelolaannya telah dikembalikan ke Pemerintah Kalurahan Kanigoro.

Baca Juga

"Di sana sudah tidak ada kegiatan sejak tahun lalu. Pengelolaannya sendiri sudah dikembalikan ke Kalurahan karena kelompok sudah mengundurkan diri," kata Triyono.

Sementara itu, Sekretaris Badan Usaha Milik Kalurahan (BUMKal) Giridipta Kalurahan Kanigoro, Suyatno, menjelaskan, tempat pembuatan garam di Pantai Dadapayam sudah ada sejak 2017. Namun, saat ini pengelolaan tempat tersebut berada di bawah BUMKal sejak 2021.

"Karena pengelolaan garam itu dari kelompok sudah diserahkan kembali ke pemerintah Kalurahan. Kemudian dari Pemkal (pemerintah Kalurahan) diberikan pengelolaan ke BUMKal," kata Suyatno.

Terkait terbengkalainya tempat pembuatan garam itu sudah berlangsung sejak 2021, Suyanto menyebut karena hasil penjualan garam tidak sebanding dengan operasional kelompok. Selain itu, dari tim ahli khusus dari Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyebut garam hasil produksi pihaknya tidak memenuhi standar kesehatan.

"Setelah itu BUMKal masih tahap analisa, apalagi tunelnya sekarang rusak semua itu. Saya pribadi pernah ada pertemuan dengan Dinas Pariwisata dan Dinas Kelautan Daerah Istimewa Yogyakarta di salah satu hotel di Yogyakarta pada November 2021," kata dia.

Kemudian dari pertemuan tiga hari tersebut, kata Suyatno, masih pada tahap evaluasi dari tim ahli khusus. Tim ahli itu mensurvei masing-masing lokasi apa yang menjadi kendala, karena sepanjang pantai selatan DIY yang terdapat pengelolaan garam terdapat kendala.

"Kendalanya karena kita hanya mengandalkan dari hasil jual garam. Itu kan kita belum bisa memasuki pasar, karena di standar kesehatan kita tidak lolos," kata Suyatno.

Hal itu membuat garam hasil produksi di Pantai Dadapayam hanya mampu dijual ke petani dan peternak dengan harga yang sangat rendah. Bahkan, sebagian garam ada yang tidak diperjualbelikan.

"Hasil garam hanya bisa dijual ke petani dan peternak dengan harga Rp 1.000 per kilogram. Sedangkan anggota kelompok kemarin 40 orang," kata dia.

Persoalan tersebut membuat kelompok pembuat garam di Pantai Dadapayam menyerah. Mengingat hasil penjualan garam harus dibagi 40 orang dan itu sama sekali tidak ada keuntungannya.

"Karena itu kelompok menyerah, tidak ada dana untuk bekerja, misal per kilogram Rp 1.000 dan ada satu kuintal hanya dapat Rp 100 ribu dan harus dibagi 40 orang. Sehingga mereka menyerah dan dikembalikan ke Pemerintah Kalurahan Kanigoro pada 2021," kata Suyatno.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement